K E T E N T U A N :

Selasa, 18 November 2008

(Wajib diketahui setiap pengorder )

1. Pembayaran uang muka minimal Rp. 100.000,- dan dilakukan pada saat persetujuan pemesanan, sedangkan sisa pelunasan dibayarkan pada saat produk diserahkan.
2. Pembayaran dapat dilakukan melalui :

Custumer Service Studio
RIGNA photography
Jl. Segara 84 Telp. 0324-335473 Pamekasan
atau
Transfer ke Bank Central Asia
No. Rek : 192.027.0766
a/n : Mohammad Redy, SE, MM

3. Apabila terjadi pembatalan sepihak oleh pemesan, uang muka tidak dapat diminta kembali.
4. Untuk photo desain grafis, kami hanya akan memberikan hasil cetak berupa photo sesuai yang tertera dalam paket, bukan file data digital.
5. Kami akan memberikan photo dan file data sesuai yang dipesan, sedangkan file data yang tidak terpakai akan kami hapus.
6. Kelebihan dari pemesanan untuk ukuran 4R akan dikenakan biaya sebesar 5.5000,-/lembar
7. Untuk mengantisipasi banyaknya order, seluruh hasil paket photo dan/atau Video akan diserahkan paling lambat 2 (dua) minggu terhitung dari tanggal acara berlangsung.
8. Apabila terjadi kesalahan teknis yang menyebabkan photo dan/atau video rusak maka kami akan mengembalikan semua biaya yang telah dikeluarkan ditambah biaya ganti rugi (besarnya ditentukan pihak menajemen RIGNA photography).
9. Hal-hal yang belum diatur dalam ketentuan ini dapat dibicarakan langsung dengan pihak Manajemen RIGNA photography.
10. Harga Paket dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
11. Apabila ada yang perlu penjelasan mengenai ketentuan ini dapat menghubungi :
- REDY, contact person : 0811322297
- ROHAN, contact person : 085231110311
- HANY, contact person : 081935160263

EXCLUSIVE “Photo & Video Shooting” PACKAGE

PAKET FOTO A = 250.000,- / roll

Cetak Ukuran 4R sebanyak 36 lembar
1 Keping CD Backup foto

B O N U S :
1 lembar cetak 10R seharga Rp. 15.000,- ( pemesanan 1 Roll )
1 lembar cetak 12R seharga Rp. 55.000,- ( pemesanan 2 Roll )
1 lembar cetak 10R dan 12R seharga Rp. 65.000,- ( pemesanan 3 Roll )

KETERANGAN :
Khusus 2 acara (kami harus 2 kali datang ), maka order minimal 2 roll


PAKET FOTO B = 300.000,- / roll
( Khusus luar kota dalam wilayah Pamekasan )

Cetak Ukuran 4R sebanyak 36 lembar
1 Keping CD Backup foto

B O N U S :
1 lembar cetak 10R seharga Rp. 15.000,- ( pemesanan 1 Roll )
1 lembar cetak 12R seharga Rp. 55.000,- ( pemesanan 2 Roll )
1 lembar cetak 10R dan 12R seharga Rp. 65.000,- ( pemesanan 3 Roll )

KETERANGAN :
Order minimal 2 roll
JIka di wilayah Madura diluar Kab. Pamekasan, tambah biaya transport Rp. 150.000,-


PAKET VIDEO SHOOTING
( Full Editing, Animation & Dubbing Song )

Paket Shooting A1 ( 1 CD 1 Camera ) : Rp. 300.000,-
Paket Shooting A2 ( 1 CD 2 Camera ) : Rp. 400.000,-

Paket Shooting B1 ( 2 CD 1 Camera ) : Rp. 550.000,-
Paket Shooting B2 ( 2 CD 2 Camera ) : Rp. 600.000,-
Paket Shooting B3 ( 3 CD 2 Camera ) : Rp. 750.000,-

KETERANGAN :
Mendapatkan VCD Asli dan VCD Copy
Paket A1 dan A2 khusus 1 acara ( kami cukup 1 kali datang )
Paket B1, B2, dan B3 khusus 2 acara ( kami 2 kali datang )
JIka di luar wilayah Kab. Pamekasan, tambah biaya transport.

Fotografi = Kedewasaan

Senin, 17 November 2008

Mungkin Anda pernah merasa kesal karena orang lain tidak menghargai Anda. Atau, barangkali Anda juga sering marah karena orang lain tidak memerhatikan Anda. Sepertinya, saling menghormati, menghargai dan tidak mencibirkan karya orang lain, seolah menjadi sesuatu yang terlalu mewah untuk dimiliki dan temui saat ini. Padahal, suka atau tidak, kita hidup saling berinteraksi dengan orang lain.
Saya bukan termasuk pengamat dunia fotografi. Tapi saya mencoba untuk berpendapat dan mengatakan berdasarkan pengalaman yang sudah saya alami selama kurang dari tiga puluh tahun bergelut di dunia fotografi. Sejak pertamakali saya memantapkan diri menggeluti dunia ini, perkembangan fotografi di Indonesia hingga kini sungguh memprihatinkan. Itu terlepas dari fotografer profesional atau non profesional.
Sekarang ini, banyak fotografer kita lebih mengembangkan paradigmanya (baca: pola berpikir atau cara pandang) masing-masing untuk menjalani profesinya melalui lensa kepentingan, ketimbang kegentingannya. Akibatnya, tak ada lagi ruang untuk saling menghormati dan menghargai sesama fotografer.
Meski ada hal tersebut, tapi hanya sebatas dalam satu komunitas saja. Banyak sekali penghargaan kepada fotografer itu diberikan di dalam kelompoknya sendiri. Mereka saling memuji di dalam kelompok dan sangat sempit pola berpikirnya. Bila ada fotografer lain menghasilkan karya bagus di luar kelompoknya, mereka dengan cepat berlomba-lomba untuk mencibirnya dengan nada minus.Mengubah mindset fotograferMenilai hasil karya orang lain sungguh mudah. Tapi, benarkah pendapat kita itu? Seorang fotografer bila ingin menilai karya orang lain, seharusnya berpikir dengan rasa terlebih dahulu. Karena seorang fotografer berpikir tanpa didahului dengan rasa, berarti fotografer itu tidak memiliki pendewasaan dalam berpikir. Permasalahannya adalah, benarkah pujian dan menghargai karya sesama fotografer dalam sebuah komunitas itu berangkat dari hati yang tulus?
Menurut pengalaman saya, hal itu hanyalah sebatas topeng belaka. Kelihatannya kumpulan dari fotografer itu kompak dalam community-nya. Tapi dibelakangnya mereka saling bersaing dan membandingkan. Ya, layaknya orang menjual “pompa dragon” yang melakukan praktik bisnis fotografi dengan cara menjatuhkan dan bersifat fisik semata. Baginya, sukses mendapatkan sebanyak-banyaknya materi adalah tujuan utamanya meski harus dengan cara seperti penjual “pompa dragon”. (Dahulu di pasar Senen, Jakarta, sepanjang jalan banyak sekali orang menjual pompa dragon dengan memberi label “paling murah”. Padahal, disamping kiri-kanannya juga menjual pompa dengan merk dan kualitas yang sama)
Tapi apakah dengan cara seperti itu kesuksesan diraih? Melihat kondisi seperti ini saya menilai, dunia fotografi itu dunianya “iri”. Atau kalau boleh saya meminjam istilah Gus Dur, dunia fotografi di Indonesia sama halnya dengan Dunia Taman Kanak-kanak. Padahal, kita itu hidup dalam satu atap rumah yang namanya fotografi. Kita hidup bukan untuk saling bersaing. Tapi kita ada untuk saling melengkapi.
Sebenarnya, semua itu bermuara pada cara pandang, pola pikir dan komitmen rasa fotografer kepada profesinya. Sementara ini, kebanyakan para fotografer kita yang sudah lama menggeluti dunia fotografi, nyaris tidak memiliki kedewasaan dalam pola berpikir. Kebanyakan dari mereka, lagi-lagi menurut pendapat saya, tidak pernah menghargai orang muda dengan karya-karyanya. Bagi mereka, yang muda haruslah menghargai dan menghormati seniornya.
Begitu pun sebaliknya. Menurut saya, yang muda juga tak menghargai para seniornya. Jelaslah terlihat yang ada hanyalah saling mencela, mencibir, beroritentasi pada materi dan itu sudah menjadi sebuah karekter umum. Dan hukum yang berlaku adalah antara senior dan yunior. Justru yang harus dibangun adalah, bagaimana satu sama lain harus bisa saling menghargai dan menghormati tanpa melihat status.
Untuk bisa mengubah cara pandang, pola berpikir yang disebut paradigma, sama halnya seperti kacamata. Paradigma ini sangat mempengaruhi cara kita melihat segala sesuatu dalam hidup kita. Buat saya, dalam fotografi itu terdapat proses pendewasaan. Untuk bisa mencapai hal itu dalam berpikir dan berprilaku, sungguh membutuhkan waktu.
Untuk itulah, saya mendirikan sekolah fotografi. Materi yang kita berikan di sekolah ini tak sekadar teknik belaka. Tapi lebih dari itu misalnya, bagaimana cara mengendalikan hati, pikiran, mengamalkan ilmu, tidak berpikir secara kelompok tetapi lebih blending dan bersifat nasional. Bahkan kalau bisa mengglobal. Itu yang lebih penting.
Melebur dalam rasa dan komitmen profesiPerubahan mindset tersebut pada hakikatnya merupakan berkah besar yang pada akhirnya bermanifestasikan dalam bentuk pola berpikir dan cara pandang yang lebih positif dalam bersikap dan hidup bermasyarakat.
Lalu, bagaimana cara kita membina hubungan baik dengan orang lain (di luar komunitas) agar hidup kita menjadi lebih menyenangkan? Nah, mungkin inilah yang harus kita coba latih bagaimana cara menghargai orang lain, komitmen pada profesi dan mengolah rasa sesama fotografer. Kuncinya hanya satu: buat orang lain merasa penting, berharga dan hidup bermasyarakat tanpa membawa predikat sebagai fotografer. Kita harus dikenal semua orang atau masyarakat secara menyeluruh. Mulai dari kepribadian yang baik, attitude, komitmen dan memegang teguh tanggungjawab profesi kita sebagai fotografer.
Mungkin pendapat saya ini sepertinya berlebihan. Tapi sejujurnya yang harus diingat adalah bahwa, kita hidup di negeri timur yang dituntut saling menghargai, ber“tepo seliro” dan bertingkah laku baik. Bila hidup di negeri barat, meski kita punya karya yang bagus tapi memiliki pola berpikir yang sempit dan tingkah laku yang minus, tidak akan dibicarakan oleh orang lain dan tidak terlalu dipersoalkan. Tapi karyanya yang mereka diskusikan.
Disitulah perbedaannya antara kehidupan fotografer di Indonesia dan di luar negeri. Meski saya pernah belajar fotografi di luar negeri dan banyak memberikan makalah seminar fotografi di luar negeri, bukan berarti saya bangga. Justru saya lebih senang berbagi ilmu kepada masyakarat Indonesia, kalau ingin belajar kepada saya soal fotografi. Buat apa saya memajukan negara lain, sedangkan di negeri ini masih membutuhkan pengetahuan fotografi?
Menurut saya, belajar fotografi yang dikaitkan dengan kehidupan, hanya ada di Indonesia. Saya sangat belajar dengan itu. Misalnya: bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain. Kita harus bisa hidup dan diterima ditengah masyarakat, bukan karena profesi kita. Tapi kita dikenal sebagai personal diri yang memiliki pola berpikir dewasa.
Saya masih ingat betul pengalaman menarik tahun 1986 ketika di Bandung bersama almarhum Bapak H. Boediardjo, mantan Menteri Penerangan Republik Indonesia (1968-1973). Saat itu, ada sebuah gathering komunitas fotografer, Bandung yang diprakarsai almarhum. Persoalan utama yang dibahas oleh almarhum adalah: bahwa fotografer itu tidak boleh hidup berkelompok. Atau mengkotak-kotakkan diri bahwa saya fotografer jurnalis, wedding, atau lainnya. Sebaiknya blending dengan komunitas lainnya sehingga satu sama lain bisa saling menghargai. Itulah ide almarhum yang sangat saya ingat.
Dari pengalaman itu saya berusaha untuk “keluar” dan mulai membaur dengan segala macam lapisan masyarakat tanpa membawa identitas saya sebagai fotografer. Saya mulai belajar akan kedewasaan hidup dari fotografi. Berbagi ilmu kepada masyarkat, meski hanya data teknis secara basic. Buat saya, memberikan data teknis bukanlah pembodohan. Akan tetapi dibalik itu yang lebih penting adalah bahwa setiap foto harus memiliki jiwa/soul. Hal itu baru bisa dilakukan kalau kita sudah pada tahap pengolahan rasa. Karena sebetulnya fotografi adalah: bicara cahaya. Dan cahaya itu harus kita coba, kita lihat, dan kita rasakan.Menjadi diri sendiri Sekilas tak ada yang luar biasa dari sebuah kaos. Tapi kaos itu menjadi bernilai bila didisain dengan ilustrasi sebuah nama atau foto. Namun masalahnya, dari goresan yang melekat pada kaos itu, memberikan implikasi negatif kepada yang melihatnya. Bukan yang mengenakan kaos tersebut. Inilah kondisi yang seharusnya tak perlu ada. Padahal, tak semua orang yang mengenakan kaos dengan gambar tertentu itu menunjukkan jati diri dari orang yang memakainya.
Menurut saya, pada prinsipnya orang ingin mengenakan kaos berlabel A atau B, bukan sesuatu yang dipersoalkan. Yang mereka pakai bukan kaos untuk kampanye Pemilu. Tapi yang harus digarisbawahi adalah: bahwa yang mengenakan kaos tersebut merasa nyaman dan appreciate terhadap karya yang wajahnya terpasang di kaos yang dikenakannya. Untuk mengenakan kaos tersebut, tentunya mereka harus mengeluarkan kocek dari kantongnya secara suka rela. Jadi, mau pakai oke, tidak juga, it’s oke.
Kembali lagi kepada bagaimana menjadi diri sendiri. Seorang fotografer bila ingin memberikan komentar terhadap karya orang lain, seharusnya berpikir dengan rasa terlebih dahulu. Karena seorang fotografer berpikir tanpa didahului dengan rasa, berarti fotografer itu tidak memiliki pendewasaan dalam berpikir.
Selain itu menurut pandangan saya, yang namanya fotografi adalah, tidak hanya berkaitan dengan profesi saja. Tapi, lebih kepada tanggungjawab yang lebih luas lagi. Dan tidak ada lagi persoalan saling mencibir diantara sesama kelompok profesi. Mengapa? Karena kita satu tujuan untuk mengembangkan dunia fotografi di Indonesia.
Sebaiknya, fotografi itu harus dikembangkan dengan kehidupan. Nah, komitmen itu yang harus kita miliki dan pada akhirnya kita tidak akan memiliki musuh. Meski banyak orang menjelekkan saya, tapi TUHAN tidak tidur. TUHAN itu memberikan rezeki kepada ciptaannya, Tidak kurang dan juga tidak lebih.Biarkan orang awam yang menilai perilaku dan karya kita. Bukan rekan-rekan seprofesi yang hidup dalam satu lingkungan, menilai karya kita penuh subyektifitas. Suatu ketika, kita akan hidup dalam kondisi sudah tidak berkarya. Dan alangkah manisnya hidup ini bila kita dikenal sebagai orang yang banyak menghasilkan karya yang baik dengan pribadi atau karakter diri yang baik pula.

Pertama dikelasnya

Minggu, 16 November 2008

Kamera yang sebelum hadir telah banyak diperbincangkan ini akhirnya diluncurkan. Beragam prediksipun langsung mengiringi kehadirannya.
Canon kembali menggebrak dunia fotografi lewat produk terbarunya yaitu Canon EOS-1Ds Mark III yang diluncurkan Agustus 2007 lalu di Belanda. Kehadiran Canon EOS-1Ds Mark III, memang sudah lama ditunggu oleh para pelaku fotografi khususnya profesional. Kehadiran Canon EOS-1Ds Mark III membuat langkah Canon semakin berderap jauh meninggalkan pesaingnya. Dan lewat produk baru ini Canon sepertinya ingin menegaskan akan keberadaannya sebagai penguasa pasar high end sekaligus terkuat di kelasnya. Sebenarnya apa keistimewaan dari kamera ini, untuk urusan teknologi, Canon EOS-1Ds Mark III mengusung teknologi yang lebih sempurna dari adik kandungnya Canon EOS-1 Ds Mark II.

Memotret Itu Menyenangkan

Bayangkan, seandainya Anda mulai berminat fotografi, namun belum ada kamera digital. Yang tersedia hanyalah kamera film. Pastinya, perjalanan untuk melihat hasil jepretan pun membutuhkan waktu cukup panjang. Belum lagi dana yang tak sedikit untuk memproses sebuah film.Tapi sekarang, kehadiran kamera digital telah memberi ruang kemudahan luar biasa. Ini tentunya menjadi alasan kuat untuk belajar fotografi. Setelah jepret, hasilnya pun langsung dapat dilihat. Lantas, kamera jenis apa yang layak untuk seorang pemula?
Seorang pemula tak perlu menggunakan kamera super canggih dengan fasilitas lengkap. Cukup kamera pocket yang user friendly. Sebaiknya pilihlah kamera dengan kemampuan optical zoom besar ketimbang digital zoom. Optical zoom merupakan perbesaran yang dilakukan berdasarkan kemampuan optik lensa kamera. Sedangkan digital zoom pada prinsipnya menggunakan software di dalam kamera untuk meng-crop gambar, yang sebenarnya lebih rapih dilakukan di komputer dengan software yang lebih teliti. Penggunaan digital zoom menurunkan kualitas gambar. Sebaiknya, hindarkan penggunaan fitur digital zoom.
Setelah kamera di tangan, sebaiknya kenali benar kamera tersebut. Anggaplah sebagai partner Anda sekarang. Meski menggunakan kamera pocket, bukan berarti menjadi halangan membuat hasil foto yang baik. Caranya, pilihlah kamera pocket yang memiliki pilihan mode manual (M), selain otomatis. Pilihan mode manual ini digunakan ketika Anda ingin melakukan kegiatan fotografi dengan fully manual setting. Misalnya, mengatur diafragma (aperture), kecepatan rana (shutter speed), sensitivitas (ISO). Dengan menguasai dasar fotografi itu, hasil jepretan Anda sudah bisa menjadi karya layak publish.
Selanjutnya, pehobi tingkat advance ada baiknya menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) starter. Karena pada tingkat ini, sudah saatnya membutuhkan teknik yang didukung fitur lebih canggih. Seperti: Canon 400D, Nikon D40, atau Olympus E500. Pada kamera jenis ini, lensa dapat diganti sesuai kebutuhan. Mulai dari lensa wide (sudut lebar), tele (jarak jauh), dan lensa normal (standar 50 mm).
Bila sudah memiliki kamera DSLR tapi kocek belum mencukupi membeli lensa, lensa zoom “Three in One,” yang mencakup lensa normal, wide dan tele, bisa jadi lebih bersahabat dengan kantong. Lantas, kelak jika dasar fotografi sudah dikuasai dengan benar, bisa mulai mempertimbangkan membeli lensa-lensa lain sesuai kebutuhan dan fungsinya.
Piranti berikutnya adalah flash. Kehadiran blitz, sebutan lain untuk flash, saat pengambilan gambar sangat dibutuhkan dalam kondisi pencahayaan yang minim dan kurang bersahabat. Apalagi tatkala tripod sedang tak di tangan. Akan lebih mantap jika merk flash sama dengan merk kamera, lantaran fitur pengukuran cahaya TTL (Through The Lens) akan menjamin pencahayaan yang akurat. Sedangkan lensa, meski berbeda merk, tak menjadi masalah.
Selanjutnya tripod. Dalam perjalanan mempelajari dasar-dasar fotografi, tentunya seorang fotografer akan memotret dalam kondisi slow shutter speed. Dengan harapan, dapat merekam gambar dalam beberapa kondisi. Seperti: panning, foto malam, benda-benda kecil. Belilah tripod yang minimal bisa mendukung bobot kamera dan lensa. Misalnya bobot bodi kamera 1 kg dan berat lensa sekitar 0,5 kg maka pastikan tripod Anda mampu menjunjung beban 1,5 kg. Berat lensa dan kamera biasanya tercantum di spesifikasi teknis buku petunjuk kamera dan lensa.
Sudah selesai? Belum. Agar kamera Anda tidak rusak dan terlindungi dari air hujan dan teriknya panas matahari, sebaiknya gunakan tas kamera khusus. Pilihlah tas anti air, sesuai ukuran kamera, lensa, jahitan kuat, dan ritsleting bagus. Satu hal, agar terhindar dari kejahatan, gunakan tas yang tak mencerminkan tas kamera, ketika Anda bawa.
Terakhir, untuk dapat menguasai teknik dasar fotografi yang baik dan benar secara teknik, disarankan selalu aktif berlatih. Paling tidak, setiap hari libur Anda hunting obyek foto. Kemudian, memperluas wawasan dengan cara membaca buku, dan bergabung dengan klub fotografi. Pasalnya, di tempat ini akan terjadi sharing dan transfer ilmu fotografi. Atau, Anda bisa memperdalam wawasan dan keterampilan seputar fotografi di Darwis Triadi School of Photography. Cepat atau lambat jika seseorang memiliki minat tinggi untuk mempelajari ilmu fotografi, kreativitas akan terus berkembang. Bisa dipastikan, dalam satu tahun Anda dapat menguasai basic fotografi. Disinilah nikmatnya bereksperimen. Dan, memotret itu menyenangkan. Selamat mencoba!