Setiap Gambar Mempunyai Cerita Tersendiri

Rabu, 17 Desember 2008

KETIKA kamera diperkenalkan pertama kali pada tahun 1800-an, seluruh proses foto yang kita kenal sekarang ini membutuhkan waktu serta pengerjaan yang lama. Mereka yang "mejeng" di depan kamera harus diatur duduknya, sang fotografer pun harus bolak-balik sebelum bersembunyi di balik kain penutup film yang harus dilindungi dari pencahayaan dari luar. Pria berbusana Jawa dengan blangkon dan berkumis tebal berdiri di sebelah istrinya yang berkain duduk di atas bangku di kelilingi anak-anaknya, harus berdiri diam dan tidak boleh bergerak selama 20 menit agar fotonya bisa diambil. Nyata sekali bedanya dengan keadaan sekarang menggunakan kamera digital yang segera bisa dilihat hasilnya dan bisa disebar ke seluruh dunia menggunakan jaringan Internet.
Film konvensional dan kamar gelap masa lalu sekarang ini telah ditransformasikan ke dalam berbagai kamera digital dan perangkat lunak untuk mengedit foto-foto digital. Popularitas kamera digital sekarang ini memang luar biasa, yang menurut laporan survei yang dibuat oleh Info Trends Research Group (www.infotrends-rgi.com) memperkirakan penjualan kamera digital tahun lalu mencapai 17,6 juta unit atau setara dengan 21 persen dari seluruh kamera yang terjual.
Pada tahun 2006 nanti, diperkirakan akan mencapai 63 persen dari total seluruh kamera yang disediakan pasar di seluruh dunia. Memang ungkapan every picture still tells a story masih tetap berlaku, tetapi album keluarga yang kita sekarang ini mengalami redefinisi menyeluruh mengubah berbagai pengenalan, pengalaman, dan pemahaman kita tentang gambar itu sendiri.
Bayangkan, seseorang sekarang ini memungkinkan untuk memiliki ribuan buah foto digital dan tidak perlu pusing dengan cara penyimpanannya. Ambil saja kita memiliki sekitar 10.000 buah foto digital. Dalam cara konvensional, jumlah foto ini mungkin memerlukan beberapa truk album foto. Dalam era digital, yang dibutuhkan adalah sebuah monitor serta sebuah komputer PC yang sederhana.
Monitor dengan layar LCD sekarang ini bisa kita bingkai dan letakkan di ruang tamu atau kamar makan keluarga, di mana 10.000 foto digital ini digerakkan komputer PC yang murah akan menampilkan tayangan slide setiap tiga detik. Bandingkan kalau semua foto yang kita miliki ini harus dibingkai dan dipajang di atas piano, yang muncul adalah fotonya menjadi tidak terlihat sama sekali dan pianonya sendiri mungkin hilang tertutup oleh ribuan bingkai.
Prangko
Kamera digital bekerja seperti kamera konvensional 35 mm yang kita kenal sekarang ini. Gambar yang terfokus pada sebuah frame film yang sensitif terhadap cahaya, sekarang ini direkam dalam sebuah chip elektronik seukuran prosesor yang kita kenal pada komputer PC. Lensa kamera memfokuskan gambar pada chip seukuran prangko ini yang disebut sebagai Charge Coupled Device atau CCD. Sekeping CCD terisi penuh dengan sel-sel sensitif yang mengubah warna dan cahaya menjadi sinyal elektronik yang bisa disimpan sebagai sebuah gambar digital yang utuh.
Sekeping CCD biasanya diukur dengan megapiksel, di mana semakin tinggi angkanya menunjukkan semakin rinci sebuah gambar yang bisa direkam oleh sebuah kamera digital. Cuma bagi para konsumen awam, perlu dicermati kalau semakin tinggi resolusi sebuah kamera digital, biasanya semakin mahal harganya. Selain itu, hasil gambarnya pun belum tentu menampilkan kualitas yang lebih baik. Sebuah kamera digital dengan 2,3 megapiksel sudah cukup memadai untuk penggunaan sehari-hari.
Setelah CCD merekam gambar digital, sinyal elektronik ini kemudian disimpan dalam file digital ke memori chip lain untuk bisa dipindahkan ke komputer PC. Memori chip yang digunakan pada kamera digital ini berupa kepingan empat persegi panjang terbuat dari plastik, logam, atau sejenisnya yang bisa dikeluarkan dari sebuah kamera digital seperti halnya mengganti rol film pada kamera konvensional.
Masing-masing memori chip ini mempunyai kapasitasnya sendiri, seperti halnya sebuah rol film 35 mm memiliki ukuran 24 atau 36 exposure. Perbedaannya, dengan perkembangan teknologi yang sekarang ada, jumlah gambar digital yang bisa direkam menjadi tidak terbatas. Bayangkan saja, sebuah memori chip berukuran 256 MB pada kamera digital Canon PowerShot G2 pada resolusi 2.272 X 1.704 piksel bisa mengambil 124 buah gambar digital pada kompresi tinggi (pada kompresi rendah bisa mencapai 445 buah gambar).
Sedangkan pada resolusi 640 X 480 piksel (resolusi yang umum digunakan untuk menampilkan tayangan gambar di jaringan Internet) dengan kompresi tinggi bisa menghasilkan 965 buah gambar. Untuk kompresi rendah, jumlah ini bisa mencapai 2.730 buah gambar digital. Dalam format ini artinya kira-kira setara dengan 75 rol film konvensional.
Aspek pilihan
Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan memiliki kamera digital dewasa ini. Yang paling mudah adalah membelinya dengan memilih merek yang terkenal di pasaran. Karena, berbagai perusahaan pembuat kamera konvensional sekarang ini, sudah mulai mengembangkan dan memproduksi kamera-kamera digital yang canggih dengan berbagai kemajuan teknologi yang sekarang ada.
Aspek lainnya adalah megapiksel, namun perlu memperhatikan segi kebutuhannya sendiri. Kalau untuk keperluan pribadi dan tidak ada kaitannya dengan proses produksi cetak mencetak profesional seperti yang dilakukan Harian Kompas, sebuah kamera digital dengan 2-3megapiksel sudah cukup memadai. Di luar jumlah megapiksel ini akan berkaitan dengan proses pembesaran, kualitas gambar, dan sejenisnya. Tetapi, megapiksel sendiri tidak berarti foto digital yang dihasilkan selalu mempunyai kualitas yang baik.
Aspek lain yang juga penting adalah daya tahan baterai, kemampuan memori chip, serta ketersediaan asesorinya. Kamera digital banyak menggunakan tenaga elektronik, sehingga daya tahan baterai atau kamera digital yang bisa menggunakan baterai alternatif perlu menjadi pertimbangan. Kapasitas penyimpanan gambar digital juga menjadi penting, karena di pasaran sekarang ini ada beberapa jenis, di antaranya adalah CompactFlash dan SmartMedia yang masing-masing memiliki daya tahan dan kemampuannya tersendiri.
Asesori yang ikut ke dalam kamera digital ini memungkinkan kita untuk mengambil berbagai foto dari berbagai sudut, jarak, pencahayaan, serta lainnya. Dan yang terpenting, dan ini yang aneh, adalah lensa. Dari semua teknologi dalam kamera digital, hanya lensa yang tidak mengalami perubahan dan terus berjaya dalam eranya sendiri. Ini terlihat, misalnya, berbagai merek kamera digital masih tetap menggunakan lensa-lensa buatan pabrik ternama seperti Carl Zeiss yang sudah seabad menggeluti bidang ini.
Kertas foto
Sekarang ini memang masih menjadi perdebatan di kalangan fotografer maupun orang awam apakah bermigrasi dan mulai menggunakan kamera digital atau bertahan menggunakan kamera konvesional. Keinginan untuk menggunakan kertas foto dengan glossy paper atau berpindah ke harddisk yang hanya memungkinkan untuk dilihat saja pada sebuah layar monitor memang terus berkepanjangan.
Polemik yang muncul antara lain adalah daya tahan foto itu sendiri. Penggunaan film konvensional, dan ini sudah terbukti, ternyata berdaya tahan lebih lama ketimbang gambar-gambar digital yang sekarang menyebar secara cepat di seluruh dunia. Kalau disimpan secara memadai, sebuah foto berwarna konvensional yang dicetak dari film negatif bisa bertahan selama 75 tahun tanpa gambarnya memudar.
Sedangkan arsip foto yang disimpan di dalam perangkat asesori komputer mulai dari harddsik ternyata tidak mudah untuk disimpan. Ini disebabkan bukan hanya karena harddisk di dalam komputer PC seringkali mengalami gangguan teknis, tetapi foto-foto yang kita simpan bisa hilang sama sekali kalau mengalami crash pada harddisk. Memang ada alternatif untuk menyimpan ke dalam CD-ROM, misalnya, tetapi ini artinya sama dengan mengeluarkan biaya yang lain.
Belum lagi, dengan menggunakan kamera digital kita cenderung untuk mengambil gambar apa saja dan menyimpannya semua ke dalam harddisk. Dan ini membuat kita mengalami kesulitan bagi yang memiliki lebih dari 1.000 foto digital yang kadangkala membingungkan ketika harus dicari kembali karena terlalu banyak jumlahnya. Terlepas dari masalah-masalah ini, kehadiran kamera digital memang mengubah beberapa aspek kehidupan kita mengenal lingkungan di mana kita hidup melalui gambar-gambar secara digital maupun konvensional. Kalau sebelumnya memerlukan waktu untuk bisa menikmati apa yang terjadi di bagian lain dari dunia ini, sekarang dengan kamera digital setiap saat kita bisa mengetahui, menikmati, dan menyaksikan gambar-gambar yang dikirim secara digital ke mana saja. Long Live Digital!

Fotografi Digital

DUNIA fotografi sekarang ini benar-benar mengalami perubahan yang drastis. Masa-masa mengisi gulungan plastik yang dicampur dengan bahan-bahan kimia di belakang sebuah kamera tampaknya akan berakhir. Kebosanan menunggu film diproses di lab pun akan berakhir. Era kamera digital sekarang ini sudah menyeliputi siapa saja, dan semua orang akan mencoba pengalaman baru dan memanfaatkan kemajuan yang dicapai dalam teknologi kamera ini. Memang, di sisi lain kita masih melihat kalau kamera digital sekarang ini masih menyimpan kemiripan dengan kamera yang selama ini kita kenal. Bentuk kotak yang terbungkus plastik atau kerangka besi ringan masih tetap melekat dengan lensa yang mengatur ketajaman fokus maupun aperture dan shutter yang mengatur berapa banyak cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera. Perbedaannya hanya tidak adanya rol film yang selama ini kita kenal.
Pengalaman menggunakan kamera digital dan konvensional memang memberikan beberapa nuansa yang sama sekali baru. Setidaknya, hasil foto-foto yang diambil bisa langsung dilihat hasilnya seketika. Hasil seketika ini memang memberikan dimensi lain, antara lain siapa saja dan di mana saja seseorang berada bisa berbagi foto hasil jepretannya dalam seketika. Hal lain yang juga dicermati adalah proses belajar fotografi pun menjadi semakin cepat dan bisa disimak oleh siapa saja yang berminat tanpa khawatir akan membuang uang karena harus membeli beberapa rol film.
Pilihan kamera digital di pasaran sekarang ini pun beragam macam. Jasa fotografi yang biasanya dilakukan oleh perantara sebuah lab foto, sekarang mulai diambil alih oleh situ-situ Web di jaringan Internet. Teknologi kamera digital yang dimulai dengan gambar-gambar beresolusi rendah, sekarang sudah jauh berkembang dibanding lima tahun lalu dan tetap mampu mempertahankan semboyan "lebih indah dari aslinya".
Akan tetapi, di sisi lain, pun sampai pada sebuah taraf kebingungan ketika memilih kamera mana yang memberikan hasil terbaik, karena selain teknologi yang dikandung kamera digital sekarang ini semakin mendekati satu sama lain, harga yang ditawarkan pun beragam. Apalagi, berbagai aksesori kamera, seperti tambahan lensa sudut lebar maupun lensa tele, serta pilihan pencahayaan menggunakan lampu flash juga beragam.
Megapixel
Sekilas, persaingan piksel dalam kamera digital menjadi ajang persaingan yang setara seperti halnya persaingan kecepatan prosesor komputer PC yang setiap kali selalu diperbarui dalam kurun waktu tertentu menambah gigahertz yang sudah ada di pasaran. Oleh karena itu, kita jangan sampai terkecoh dengan jumlah megapiksel yang digembar-gemborkan penjual kamera digital, karena benar bahwa ada kamera yang mempunyai jumlah megapiksel yang lebih banyak tapi tidak serta-merta kamera ini menjadi yang terbaik. Yang perlu diingat adalah semakin banyak sel-sel sensitif foto yang ditampung dalam chip CCD (Charge Coupled Device) yang mengatur sensitivitas pencahayaan, semakin banyak gangguan-gangguan elektronik yang dihasilkan. Hanya pembuat sirkit elektronik yang cerdik dan canggih yang mampu menangani persoalan ini. Dan sekarang ini memang menjadi persoalan serius, karena belum terlihat siapa penghasil chip CCD terbaik sekarang ini yang menurut pengamatan memang akan didominasi oleh banyak perusahaan seperti Canon, Nikon, Fuji, Sony, dan lainnya.

Baterai dan perilakunya

Baterai adalah salah satu dari sumber energi dan sangat penting bagi penggunaan kamera digital. Produsen kamera digital mengunakan berbagai macam jenis baterai yang berpengaruh terhadap harga, ukuran serta kemampuan kamera tersebut. Untuk jenis yang paling banyak digunakan saat ini, adalah baterai type Lithium dan type AA. Untuk type AA biasanya digunakan baterai Alkaline. Berbeda dengan baterai AA biasa, jenis Alkaline mempunyai kapasitas lebih besar yang pada kamera digital digunakan untuk LCD dan Flash. Namun, penggunaan baterai Alkaline sebenarnya lebih disarankan untuk diganti dengan jenis NiMH yang mempunyai kapasitas lebih besar lagi dibanding Alkaline dan mempunyai kemampuan untuk di isi ulang. Sedangkan jenis baterai Lithium lebih menguntungkan dari segi berat dan ukuran, karena kamera yang menggunakan baterai type Lihtium biasanya didesign lebih compact dan lebih ringan dibanding kamera dengan baterai type AA.
Jika diperhatikan pada baterai Alkaline kemungkinan tidak terlihat berapa besar kapasitas yang tertulis pada baterai, sedangkan pada NiMH terlihat jelas berapa besar kapasitas yang dapat disimpan oleh baterai tersebut. Ketika baterai memberaikan power kepada peralatan elektronik yang memerlukan energi yang besar seperti kamera digital, peralatan komputer, portable music player sebuah baterai Alkaline hanya akan memberikan sebagian dari kapasitasnya. Sedangkan pada baterai NiMH atau NiCd, baterai tersebut memberikan lebih banyak kapasitasnya dan besarnya mendekati kapasitas maksimum pada peralatan elektronik yang rakus energi. Itu berarti pada kamera digital, sebuah NiMH dengan kapasitas 1800 mAh dapat memberikan lebih banyak foto dibanding sebuah baterai Alkaline yang mempunyai kapasitas 2800 mAh.

Baterai recharger NiCD, NiMH dan Lithioum (Li-ion)
Tipe baterai isi ulang dibagi dalam tiga kategori umum: nickel cadmium (NiCd), nickel metal-hydride (NiMH), dan lithium-ion (Li-ion). Ada juga tipe lithium polymer (Li-poly) yang supertipis, namun mahal dan jarang ada di pasaran.
Baterai NiCd merupakan jenis tertua, paling tahan banting, namun berat dan volumenya paling besar. Baterai jenis ini sudah tidak lagi banyak digunakan pada kamera karena dianggap tidak praktis. Baterai NiCad sangat rentan efek memori. Maksudnya, baterai hanya mengisi ke tingkat dimana baterai terakhir di-discharge, akibat proses akumulasi gas yang terperangkap dalam plat sel baterai. Jika baterai di-discharge hingga 30 persen dan di recharge, maka baterai hanya akan mengisi energi yang terpakai tadi (30 persen) yang dilanjutkan dengan penyusutan volume "gas" yang terperangkap. Cara terbaik untuk menghilangkan efek memori dan membuang sisa gas terperangkap adalah dengan melakukan "burping", atau mengkondisikannya. Maksudnya, menghabiskan seluruh isi baterai pada kamera hingga benar-benar kamerea mati dan melakukan re-charging.
NiMH merupakan pengembangan dari NiCd, dibanding NiCd dengan volume sama, kapasitasnya jauh lebih besar. Namun, seperti halnya NiCd, NiMH juga rawan terhadap memory effect meski tidak sebesar NiCd. Beberapa produsen baterai bahkan menyatakan NiMH produknya bebas memory effect. Fenomena ini muncul saat baterai yang belum habis dipakai sudah di-charge ulang. Bila dilakukan berkali-kali baterai dapat kehilangan kapasitasnya dan hanya mampu menampung sedikit daya saja sebelum dengan cepat habis. Memory effect dapat dihilangkan dengan mengosongkan baterai sampai habis sebelum mengisi ulang.
Li-ion (Lithium) merupakan teknologi terbaru dalam baterai kering isi ulang, lebih ringan dan lebih besar kapasitasnya dari NiMH. Ia juga tidak akan mengalami memory effect hingga Anda bebas mengisi baterai jenis ini kapan saja dan di mana saja. Namun, ia juga paling rentan dengan berbagai macam masalah.
Kata mAh merupakan satuan kapasitas baterai isi ulang. 500 mAh berarti bila baterai dibebani 125 mA (mili amper), ia dapat bertahan 4 jam. Atau 1 jam pada 500mA. Makin besar nilai mAh sebuah baterai berarti ia akan dapat dipakai lebih lama sebelum perlu di-charge ulang. Angka 1.2 V menyatakan besarnya voltase baterai. Pastikan voltase baterai ini sama dengan spesifikasi kamera Anda.
Untuk battery baru, disarankan untuk melakukan proses charging (isi) dan discharging (membuang) setrum 2 sampai 5 kali hingga battery mencapai kapasitas maksimalnya. Cara melakukan discharging dengan menggunakan baterai tersebut sampai tidak bisa digunakan lagi dikamera. Pada alat charger tertentu, disediakan fasilitas untuk discharge baterai. Biasanya fasilitas yang disediakan pada alat ini cukup aman, karena proses pengosongan hanya terjadi sampai batas yang aman.
Setiap 10-15 kali siklus isi ulang baterai NiMH, kosongkanlah baterai hingga habis sama sekali sebelum mengisi ulang. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan "bibit-bibit" memory effect yang mungkin timbul.
Jangan sekali-kali mengosongkan baterai dengan bola lampu dan kabel hingga lampu mati. Ini akan dapat merusak sel baterai yang paling lemah (reversal effect), dan pada gilirannya merusak semua sel. Sisakan setidaknya 1V per sel baterai, pantaulah terus-menerus karena voltase baterai akan turun dengan tiba-tiba. Bila Anda tidak memiliki alat untuk itu, lebih baik jangan lakukan. Mengosongkan dengan kamera adalah cara terbaik, karena ambang batas aman pasti tidak kelebihan.
Beberapa produsen baterai NiMH menyatakan bahwa baterainya bisa di recharge lebih dari 500 kali, namun bila baterai NiMH telah mencapai 400 kali siklus isi ulang, perlu dipersiapkan untuk penggantian baterai tersebut, karena walaupun masih bisa digunakan, biasanya kapasitasnya sudah menurun dan berarti masa pakai sebelum diisi ulang sudah berkurang.. Baterai Li-ion dapat rusak dengan mendadak jika rangkaian di dalamnya rusak.
Untuk membuang baterai yang sudah tidak digunakan, sebaiknya berhati-hati karena kandungan kadmiumnya bisa mencemari tanah.

Self Discharge
Salah satu yang perlu diperhatikan pada penggunaan baterai charge NiCad dan NiMH adalah 'self discharge', yaitu berkurangnya kapasitas yang terdapat pada battery walaupun tidak digunakan. Jumlah/persentasi self discharge pada masing-masing baterai berbeda-beda, tapi bisa diperkirakan sekitar beberapa persen (1 sampai 3%) perhari dari kapasitas maksimumnya dan pada suhu 70 derajat Fahrenheit.
Penempatan baterai NiMH pada temperator yang lebih rendah akan sedikit membantu mengurangi efek self discharge. Ada yang menyebutkan apabila baterai NiMH dibekukan (dingin) dalam 1 bulan sisa kapasitas baterai masih ada 90% sejak terakhir di recharge. Tapi sebelum digunakan, baterai NiMH yang dibekukan tersebut harus dikembalikan dulu pada suhu ruangan yang normal. Jadi setelah kita men-charge baterai NiMH, sebaiknya disimpan pada suhu yang dingin untuk mengurangi efek self dischargenya.
Disarankan untuk me-recharge lagi baterai yang sudah disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum di gunakan.
Berbeda dengan baterai Alkaline, jika baterai Alkaline disimpan pada suhu ruang normal, efek self discharge yang terjadi kurang dari 2% per tahun. Sehingga walaupun disimpan dalam jangka waktu yang lama, kapasitas baterai Alkaline nyaris tidak akan berkurang dari semula. Sebagai catatan, jika baterai Alkaline disimpan pada suhu 85 derajat Fahrenheit, efek self discharge hanya sekitar 5% pertahun, tapi pada 100 derajat Fahrenheit, efek self discharge baterai Alkalin sekitar 25% pertahun. Jadi apabila kita tinggal pada lokasi yang cuacanya sangat panas, disarankan untuk menyimpan baterai Alkalin pada ruang pendingin untuk menghindari efek selft discharge, walaupun persentasinya sangat kecil sekali dibandingkan efek self discharge pada baterai NiMH dalam kondisi suhu yang sama.
Baterai Lithium juga hampir sama dengan baterai Alkaline, efek self dischargenya sangat kecil dibandingkan dengan baterai NiMH, sehingga jika kita charge penuh dan disimpan pada suhu ruang normal pada waktu yang lama, kapasitanya juga tidak akan banyak berkurang. Tapi sampai saat ini untuk ketiga jenis baterai tersebut (Alkaline, NiMH, dan Lithium) baterai NiMH harganya memang lebih murah dibanding yang lainnya. Jadi dipertimbangkan saja menggunakan baterai jenis yang mana dan disesuaikan dengan peralatan yang akan digunakan.

Charging Time
Ada berbagai macam jenis alat charger yang digunakan untuk mengisi ulang baterai NiMH atau NiCd yang kapasitasnya habis. Alat-alat tersebut mempunyai berbagai macam sensor untuk membatasi kelebihan kapasitas (overcharge) yang dapat mengakibatkan sel baterai tersebut rusak dan kemampuan penyimpanannya berkurang. Sensor dalam bentuk timer, biasanya ini sudah disesuaikan satu paket dengan jenis baterainya, sehingga dari awal charging sampai waktu tertentu, alat charger ini dapat menghentikan pengisian sehingga menghindari overcharge. Ada juga dalam bentuk microprocessor yang biasanya disebut oleh produsen sebagai smart rapid charger, yaitu dapat menghitung dengan tepat berapa sisa kapasitas baterai sebelum alat tersebut berhenti men-charge baterai. Kadang alat ini juga dilengkapi dengan detektor suhu baterai yang berfungsi juga untuk membantu mengendalikan charging baterai. Trickle charge, adalah kemampuan alat charger untuk memberikan ampere secara sedikit-sedikit ke baterai NiMH akibat dari efek self discharge (keterangan tentang self discharger diatas). Kemampuan ini berguna untuk menjaga agar baterai selalu dalam kondisi penuh dan siap pakai, walaupun dibiarkan dalam jangka waktu yang lama di alat charger.
Terdapat juga alat charge yang manual, untuk alat ini sebenarnya hampir sama dengan alat charge yang menggunakan sensor, tapi bedanya perlu diperhitungkan dengan tepat sehingga tidak terjadi overcharge, karena alat ini akan men-charge terus selama belum dimatikan, jadi tidak ada indikator baterai sudah penuh. Namun apabila charging timenya tepat dan tidak melebihi hitungan maksimum, maka penggunaan alat ini cukup aman, tapi biasanya arus yang diberikan cukup kecil (untuk menghindari overcharge) sehingga diperlukan waktu lama agar baterai bisa terisi penuh.
Untuk charging Time pada masing-masing jenis alat charge sebenarnya mempunyai perhitungan dasar yang dapat dihitung dengan rumus ideal sebagai berikut :
mahB = Kapasitas Maksimum Bateraim
AhC = Bersarnya Amper perjam yang diberikan charger
th = Total Waktu dalam Jam
th = mAhB / mAhC
Jadi, jika baterai 1800 mAh dan Ampre Chargernya 100 mAh, berarti : 1800 / 100 = 18 jam
Waktu yang diperlukan untuk chargingnya pada kondisi ideal adalah 18 jam.
Penting !
Hindari untuk membawa baterai AA NiMH / NiCd dan disimpan pada kantong baju atau celana (atau dibawa dengan sembarangan), pada keadaan tertentu baterai tersebut dapat berhubungan singkat satu dengan yang lain dan itu dapat menyebabkan panas dan bahkan menyulut api didalam kantong.

Sejarah Fotografi, Sejarah Teknologi

FOTOGRAFI secara umum baru dikenal sekitar 150 tahun lalu. Ini kalau kita membicarakan fotografi yang menyangkut teknologi. Namun, kalau kita membicarakan masalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari peran cahaya, sejarah fotografi sangatlah panjang. Dari yang bisa dicatat saja, setidaknya "fotografi" sudah tercatat sebelum Masehi.
DALAM buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 sebelum Masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi.
Kemudian, pada abad ke-10 Masehi, seorang Arab bernama Ibn Al-Haitham menemukan fenomena yang sama pada tenda miliknya yang bolong.
Hanya sebatas itu informasi yang masih bisa kita gali seputar sejarah awal fotografi karena keterbatasan catatan sejarah. Bisa dimaklumi, di masa lalu informasi tertulis adalah sesuatu yang amat jarang.
Demikianlah, fotografi lalu tercatat dimulai resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya.
Adalah tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.
Penemu fotografi dengan pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Tapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma.
Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan.
Meskipun tahun 1839 secara resmi dicanangkan sebagai tahun awal fotografi, yaitu fotografi resmi diakui sebagai sebuah teknologi temuan yang baru, sebenarnya foto-foto telah tercipta beberapa tahun sebelumnya.
Sebenarnya, temuan Daguerre bukanlah murni temuannya sendiri. Seorang peneliti Perancis lain, Joseph Nicephore Niepce, pada tahun 1826 sudah menghasilkan sebuah foto yang kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam sejarah manusia. Foto yang berjudul View from Window at Gras itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.
Niepce membuat foto dengan melapisi pelat logam dengan sebuah senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu disinari dalam kamera obscura sampai beberapa jam sampai tercipta imaji.
Metode Niepce ini sulit diterima orang karena lama penyinaran dengan kamera obscura bisa sampai tiga hari.
Pada tahun 1827, Daguerre mendekati Niepce untuk menyempurnakan temuan itu. Dua tahun kemudian, Daguerre dan Niepce resmi bekerja sama mengembangkan temuan yang lalu disebut heliografi. Dalam bahasa Yunani, helios adalah matahari dan graphos adalah menulis.
Karena Niepce meninggal pada tahun 1833, Daguerre kemudian bekerja sendiri sampai enam tahun kemudian hasil kerjanya itu diumumkan ke seluruh dunia.
FOTOGRAFI kemudian berkembang dengan sangat cepat. Tidak semata heliografi lagi karena cahaya apa pun kemudian bisa dipakai, tidak semata cahaya matahari.
Penemuan cahaya buatan dalam bentuk lampu kilat pun telah menjadi sebuah aliran tersendiri dalam fotografi.
Cahaya yang dinamai sinar-X kemudian membuat fotografi menjadi berguna dalam bidang kedokteran.
Pada tahun 1901, seorang peneliti bernama Conrad Rontgen menemukan pemanfaatan sinar-X untuk pemotretan tembus pandang. Temuannya ini lalu mendapat Hadiah Nobel dan peralatan yang dipakai kemudian dinamai peralatan rontgen.
Cahaya buatan manusia dalam bentuk lampu sorot dan juga lampu kilat (blits) kemudian juga menggiring fotografi ke beberapa ranah lain. Pada tahun 1940, Dr Harold Edgerton yang dibantu Gjon Mili menemukan lampu yang bisa menyala-mati berkali-kali dalam hitungan sepersekian detik.
Lampu yang lalu disebut strobo ini berguna untuk mengamati gerakan yang cepat. Foto atlet loncat indah yang sedang bersalto, misalnya, bisa difoto dengan strobo sehingga menghasilkan rangkaian gambar pada sebuah bingkai gambar saja.
Demikian pula penemuan film inframerah yang membantu berbagai penelitian. Kabut yang tidak tembus oleh cahaya biasa bisa tembus dengan sinar inframerah. Tidaklah heran, fotografi inframerah banyak dipakai untuk pemotretan udara ke daerah-daerah yang banyak tertutup kabut.
Kemajuan Pesat
KEMAJUAN teknologi memang memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar mesin jahit hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.
Temuan teknologi makin maju sejalan dengan masuknya fotografi ke dunia jurnalistik. Karena belum bisa membawa foto ke dalam proses cetak, surat kabar mula-mula menyalin foto ke dalam gambar tangan. Dan surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar itu adalah sebuah peristiwa kebakaran.
Kemudian, ditemukanlah proses cetak half tone pada tahun 1880 yang memungkinkan foto dibawa ke dalam surat kabar.
Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton.
Banyak cabang kemajuan fotografi yang terjadi, tetapi banyak yang mati di tengah jalan. Foto Polaroid yang ditemukan Edwin Land, umpamanya, pasti sudah tidak dilirik orang lagi karena kini foto digital juga sudah nyaris langsung jadi.
Juga temuan seperti format film APSS (tahun 1996) yang langsung mati suri karena teknologi digital langsung masuk menggeser semuanya.
Bagaimana pun, fotografi adalah bagian penting dari kebudayaan manusia.(ARBAIN RAMBEY)

101 Jurus Cepat Menguasai Adobe Photoshop CS3 Untuk Fotografer

Selasa, 16 Desember 2008


Book Category : NEW RELEASE Desain Grafis

ISBN 978-979-29-0248-8

By Edy S Mulyanta14 x 21 cm, 134pages

1st published, 2008

Price: Rp.48.000


Fotografi merupakan dunia yang sangat menarik dan unik karena mampu menghentikan sekaligus mengabadikan waktu. Dengan kamera, momen akan terekam dengan mudah dan akan menghasilkan foto yang indah.


Adobe Photoshop CS3 merupakan perangkat lunak pengolah foto terbaru yang sangat powerful. Perangkat lunak ini akan meningkatkan nilai artistik dan kualitas gambar dengan baik dengan tetap memegang keaslian sebuah foto.


Buku 101 Jurus Cepat Menguasai Adobe Photoshop CS3 untuk Fotografer mengupas secara detail penggunaan Photoshop CS3 untuk melakukan berbagai manipulasi foto tanpa meninggalkan keotentikan sebuah foto sesuai dengan judulnya, buku ini memuat 101 jurus jitu menguasai Photoshop CS3 yang akan mengantar Anda, khususnya para fotografer, menguasai aplikasi perangkat lunak ini dengan cepat.


Secara garis besar, materi yang dibahas dalam buku ini meliputi :
- Adobe Photoshop CS3
- Adobe Bridge 2.0 - Adobe Camera Raw
- Pemrosesan Digital Image dan Dasar Kamar Gelap Digital
- Digital Retouching dan Konversi File RAW
- Layer dan Filter
- High Dynamic Range
- Teknik Photomerge dan Panorama

Tentang Lensa....

Selasa, 09 Desember 2008

Untuk para pemula, atau mungkin siapa saja yang ingin tahu sebuah lensa secara lebih mendetail, mengenai jenis kacanya, kodenya, teknologinya, dsb. Saya disini akan mencoba menjabarkan (dengan sebaik-baiknya dari kemampuan saya), untuk memberikan pengertian yang lebih dan mudah untuk anda.

Sebuah lensa itu tidak mudah di buat, terdapat unsur matematis yang harus tepat dan akurat, jenis kaca, jenis lapisan pelindung (coating), jenis motor, dan lainnya.
Apalagi bagi kita yang masih tergolong pemula, mungkin kita akan bingung apabila suatu saat kita akan membeli sebuah lensa, atau akan menjual lensa milik kita. Apa aja sih yang perlu kita ketahui? Ya itu terserah anda, sah-sah aja sebenarnya anda tidak tahu apa2 mengenai lensa anda, yang penting anda senang memakainya, tapi – apakah itu “baik”? Ya relatif, menurut saya sih ada baiknya mengenal lensa anda sedikit banyak.

Ada suatu kutipan, “Knowing your lenses means knowing photography”. Dan ya, menurut saya kalimat itu tepat sekali, dengan mengenal lensa anda, anda bisa tau sampai dimana batas keunggulan lensa anda, dan kekurangannya, sehingga anda dapat memaximalkan kegunaan lensa anda dalam mengambil sebuah gambar. (Yah kalau anda mau memaximalkan dengan cara lain – buat ganjalan pintu misalnya – itu juga terserah anda, hehe, whatever makes you happy!)Langsung saja kita menuju pokok pembahasan.

FOCAL LENGTH
Atau sering kita sebut FL (singkatannya). Focal length adalah satuan ukuran sebuah lensa dimana ukuran tersebut ditentukan daripada panjang – pendeknya jangkauan sebuah lensa..

KOREKSI (Thanks Pak Zoegy) Sedikit koreksi. Focal length itu adalah jarak nodal point dengan focal planenya. Atau kalau dibayangin adalah jarak titik api dengan film/sensornya.

Focal length tidak bergantung pada formatnya, tetapi memiliki implikasi sudut pandang yang berubah-ubah sesuai sensornya. Memang lebih mudah menulis FL dalam mm daripada AoV dalam derajat atau radian. Karenanya Anders Uschold mengatakan bahwa menggunakan FL untuk illustrasi AoV adalah salah kaprah yang keterusan, padahal informasi yang hendak disampaikan adalah sudut pandang (AoV)

Illustrasinya adalah menggambarkan sudut yang dibentuk oleh kaki-kaki segitiga samakaki, tetapi illustrasinya menggunakan tinggi segitiga tersebut.

Dan ini biasanya tertera di lensa tersebut, dengan ukuran millimeter (mm). Focal length juga dapat dibagi menjadi dua type, FIX dan ZOOM. Dua type tersebut juga tentunya membedakan jenis sebuah lensa. Sebuah lensa zoom, tentunya bisa “maju mundur”, mendekatkan pandangan anda pada sebuah objek, atau menjauhkan pandangan anda dari sebuah objek untuk mendapatkan gambar yang lebih luas. Contoh: 18-55mm adalah sebuah lensa zoom. Dia dapat mengambil gambar dari jarak 18mm sampai dengan 55mm (artinya bisa 19, 20, 21, 22, dst s/d 55). Fix atau sering juga di sebut PRIME LENS, adalah sebuah lensa dengan ukuran “mati”. Artinya dia tidak dapat maju mundur, dan hanya bisa mengambil foto dengan jarak tersebut. Contoh: 50mm adalah sebuah lensa fix, dan hanya dapat mengambil foto pada jarak 50mm. Apabila anda ingin mengambil gambar yang lebih luas dan menjauhkan diri dari objek, atau ingin mengambil gambar lebih dekat – maka kaki andalah yang harus bergerak – bukan lensa anda. Sebuah focal length juga dapat juga mengartikan angle of view (sudut pandang) sebuah lensa. Contohnya: 12mm mempunyai angle of view 122 derajat, dan 50mm mempunyai angle of view 46.8 derajat.

APERTURE
Aperture adalah sebuah ukuran BUKAAN lensa. Atau sering disebut dengan rana. Dan kodenya adalah F. Jujur saja, saya tidak tau kenapa namanya F, kenapa tidak X, Y, Z, hehehe. Anyway, F juga biasanya tertera pada lensa dan berguna untuk berbagai hal, antaranya adalah untuk jalur masuk cahaya (semakin besar sebuah F semakin banyak cahaya yang masuk), untuk DOF (Depth of Field – akan dibahas nanti), dan menentukan shutter speed anda – berhubung semakin banyak sinar yang masuk, semakin cepat shutter speed yang anda bisa dapatkan untuk menghindari shake / blur, dan semakin kecil angka sebuah F, maka semakin besarlah bukaan lensanya. F ini dapat membesar (sampai pada ukuran maximumnya) dan (mengecil sampai pada ukuran minimum). Semakin kecil angka sebuah F, artinya semakin besar bukaannya. Misalnya, sebuah lensa dengan F/1.4 mempunyai bukaan yang jauh lebih besar daripada sebuah lensa dengan F/3.5. Sebuah lensa zoom juga bisa mempunyai bukaan (F) yang berbeda pada ukuran zoom yang berbeda. Misalnya: 18-55mm F/4-5.6. Apa artinya ini? Artinya, pada focal length 18mm, maka bukaan lensa tersebut maximum dapat mencapat 4. Dan pada focal length 55mm, hanya dapat mencapai angka 5.6 (lebih kecil). Anda sendiri pun, dapat mengeset F anda sesuka hati, namun tetap terpaut pada angka maximum lensa tersebut – lensa F/4 tidak akan pernah bisa anda set ke 1.4 misalnya, atau 2, atau berapapun yang lebih kecil angkanya daripada 4. Dan angka minimum biasanya sampai dengan F/22. Lebih kecil daripada F/22 maka bukaan (lubang cahaya) pada lensa tersebut sudah hampir tertutup dan sudah tidak berguna untuk meneruskan cahaya ke sensor.

Contoh mudahnya ya seperti pupil di mata anda – yang dapat membesar dan mengecil menyesuaikan dengan cahaya yang ada.

DEPTH OF FIELD (DOF)
DOF adalah “kedalaman” sebuah pandangan lensa. DOF juga di tentukan oleh Aperture, atau si F tersebut. Sebuah F/1.4 mempunyai kedalaman pandang yang lebih sempit, dibandingkan F/4. Artinya, apabila anda mengambil sebuah foto yang berisi 2 manusia dan satu berdiri di depan dan satu di belakangnya dan anda focus pada orang yang di depan, pada F/1.4 kemungkinan besar orang yang di depan (yang anda focus) akan terlihat jelas dan tajam, namun orang dibelakangnya akan menjadi semu / buram / blur. Ini bukan gangguan pada lensa atau kamera anda, tapi ini adalah kedalaman pandang lensa anda. Apabila anda mengeset pada F/4, dan focus pada orang yang sama, maka kedua orang tersebut – yang depan dan belakang – kemungkinan besar akan terlihat jelas dan sama tajamnya. Itulah sebabnya apabila foto portrait sendiri, banyak orang akan mencari lensa dengan F yang besar (angka F yang kecil), untuk menghilangkan segala bentuk “distraksi” atau gangguan yang dapat menghalangi isolasi sebuah objek. Sedangkan untuk foto pemandangan dimana orang ingin mendapatkan setiap detail – biasanya akan di set pada F/8 sampai F/11.

PERSPEKTIF
Tergantung pada focal length lensa anda, background (latar belakang) sebuah objek dapat terlihat dekat atau lebih jauh. Visual efek tersebut dapat dinamakan “perspektif”. Dengan focal length yang kecil (lebih wide angle), background objek anda anda terlihat lebih jauh, daripada sebuah lensa dengan focal length yang lebih besar.

MACRO
Macro adalah jenis lensa yang dapat focus pada sebuah objek dengan sangat dekat, dan biasanya mempunyai kemampuan pembesaran sebuah objek dengan sangat mendetail. Macro ini biasanya juga terbagi menjadi 1:1 (true macro) yang dapat mendapatkan detail secara 1:1, dan 1:2 (walaupun termasuk lensa macro – banyak orang menyebutnya bukan TRUE macro). Biasanya lensa macro ini digunakan untuk mengambil gambar serangga, bunga, dan benda2 kecil lainnya.

FISH EYE
Sebuah jenis lensa yang dapat mengambil gambar dengan angle of view 180 derajat, dan menghasilkan gambar yang agak “spherical” atau cembung. Maka dinamakan lensa mata ikan (entah karena bentuk lensanya yang seperti mata ikan – atau gambar yang dihasilkan seperti pandangan seekor ikan). Lensa ini adalah lensa exotis, biasanya tidak dapat digunakan dalam keseharian kita (jarang lah).

ASPHERICAL LENS
Aspherical lens ini bukan lensa biasa, lensa ini cenderung lebih baik kualitasnya, dan tetap mempunyai ukuran yang relatif kecil, sehingga dapat mengurangi ukuran keseluruhan sebuah lensa. Dan biasanya, lensa aspherical dapat melebarkan sudut pandang sebuah lensa dengan tetap menjaga ukuran, meningkatkan kualitas dan juga mengungari efek negatif sebuah lensa.

JENIS ELEMEN LENSA
Lensa juga terbagi dalam jenis elemen yang berbeda beda pula. Dan ada tingkatannya, tentunya semakin baik tingkatan sebuah elemen, semakin baik pula penangkapan gambarnya. Selain elemen lensa “biasa”, ada elemen yang setidaknya diatasnya, dan biasanya sebutannya berbeda untuk setiap produsen lensa yang berbeda pula. Tapi kiranya dapat di sebut LD / ED yang artinya Low Dispersion, atau Extra-Low Dispersion. Yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan warna, ketajaman, tingkat purple fringing, dan chromatic aberrations yang lebih baik. Setingkat diatasnya biasanya di sebut SLD / SED yang artinya Super Low Dispersion atau Super Extra-Low Dispersion. Tentunya lensa yang mengandung elemen tersebut lebih mahal daripada lensa yang hanya berisi elemen “biasa”. Namun bukan berart sebuah lensa tanpa elemen tersebut itu jelek lho…

STABILIZER
Lensa juga mempunyai stabilizer yang dapat mengurangi blur apabila terjadi goyang / getar, atau shake. Sehingga anda dapat lebih nyaman mengambil gambar tanpa terlalu khawatir apabila anda mengambil foto dimana anda kurang seimbang, atau gemetaran karena gugup mungkin? Hehehe, dan juga membantu saat slow-shutter speed dimana geteran adalah suatu hal yang rawan membuat gambar blur. Stabilizer ini tidak bisa dipastikan bekerja 100%, tapi memperbanyak hasil gambar yang baik dibandingkan tanpa stabilizer. Misalkan: Anda sedang mengambil foto lowlight dengan shutter speed yang relatif lambat, tanpa stabilizer, mungkin hanya 5 dari 10 foto yang anda ambil layak untuk di cetak (kecuali anda bisa mematung dengan sempurna), sedangkan dengan stabilizer, anda bisa mendapatkan 8 dari 10 foto yang anda ambil, layak untuk di cetak. Stabilizer tidak memberikan kepastian, namun memberikan kemungkin hasil yang baik lebih banyak. Dan juga saya mendengar bahwa lensa dengan stabilizer cenderung membuat baterai kamera anda lebih boros (benar tidaknya saya belum bisa konfirmasi). Dan juga, sama seperti jenis elemen lensa, setiap produsen mempunyai nama sendiri untuk stabilizer pada lensa ini. Nikon: VR (Vibration Reduction). Canon: IS (Internal Shake-reduction atau Internal Stabilizer gak tau mana pastinya hehe). Leica: Mega O.I.S. (Optical Internal Stabilizer). Dll.

SUPERSONIC MOTOR
Lensa lensa generasi baru dilengkapi dengan motor supersonic, dimana lensa tersebut dapat focus lebih cepat, lebih “smooth”, dan lebih sunyi dibandingkan dengan lensa yang tidak mempunyai supersonic motor. Sampai dengan saat ini, Supersonic motor masih terus dikembangkan dan sepertinya akan menjadi sebuah “standard” pada sebuah lensa.

INTERNAL FOCUS
Lensa jenis ini mempunyai system IF (Internal Focus) dimana pada saat mencari focus, ukuran fisik sebuah lensa tidak memanjang atau memendek. Tidak semua lensa mempunyai fitur seperti, namun saya sangat suka dengan fitur IF ini. Berhubung lensa anda tidak kelihatan maju mundur saat mencari focus (keren aja gitu), dan tidak takut kepentok benda apapun yang mungkin ada didepan lensa anda (siapa tau anda tidak sengaja atau gimana lah).Sekian dulu dari pada yang bisa saya berikan mengenai segi teori dan teknis sebuah lensa SLR, semoga dapat membantu rekan2 sekalian, khusus nya bagi para pemula untuk memahami lebih mendalam kebutuhan lensa anda.Bagi yang merasa ada yang salah, atau ada yang kurang, monggo silahkan dikoreksi atau ditambahkan.

Indoor - Outdoor Flash dan Bounce/Diffuse

Senin, 08 Desember 2008

Penggunaan Flash sangat membantu apabila kita pemotret pada ruangan yang kondisi cahaya gelap. Tapi apabila kita tidak tepat mengatur setting untuk penggunaan flash, maka hasil foto tidak akan maksimum, terkadang masih kurang terang atau bahkan terlalu terang. Untuk itu artikel lanjutan ini akan menjelaskan bagaimana penggunaan indoor flash dan juga bagaimana outdoor flash digunakan serta penjelasan tentang bounce dan diffuse flash. (Artikel ini adalah sambungan dari artikel Blitz for Dummies)
Indoor Flash
Blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang, ada teknik menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz.
Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar mendapatkan hasil maksimal.
1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagai blitz eksternal bagi kamera digital dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat.
2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze).
3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut datangnya cahaya flash agar tidak langsung mengenai mata.
4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak sempurna (kompensasi under 1 – 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut.

Bounce/Diffuse
Flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum, alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail tertentu lenyap.
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya tersebut:
1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce). 2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse).
Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian. Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek. Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah:
1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45° kita akan melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90° kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan.
2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan jadi percuma.
3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut.
4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul.
Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita.
Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser. Flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dari flash ke segala arah sehingga cahaya yang keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-macam alat. Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatan flash yang kita gunakan tersebut. Jika diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya.

Outdoor Flash
Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. Flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:
1. Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.
2. Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.
3. Obyek berada pada open shade (bayangan). Flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.
4. Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.
5. Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan.

Blitz for Dummies

Blitz atau flash diterjemahkan secara bebas menjadi lampu kilat. Ini merupakan satu asesori yang sangat luas dipakai dalam dunia fotografi. Fungsi utamanya adalah untuk meng-illuminate (mencahayai/menerangi) obyek yang kekurangan cahaya agar terekspos dengan baik. Tetapi belakangan penggunaannya mulai meluas untuk menghasilkan foto-foto artistik. Bagaimanapun juga, flash photography adalah satu hal yang perlu dipelajari. Sebagian besar dari pembaca tentunya sudah sering menggunakan flash dengan baik dan mendapatkan hasil yang baik juga, tetapi tulisan ini akan membahas dasar-dasar pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan flash dengan benar. Benar dalam artian secara teori dapat diterima dan benar dalam artian menggunakan suatu dasar yang dapat dijelaskan secara ilmiah.


Menggunakan lampu kilat bukan hanya sekedar menyalakan lampu kilat tersebut, mengarahkan kamera kemudian klik dan jadilah satu foto yang terang serta indah, tetapi ada hal-hal yang perlu kita ketahui demi mendapat karya foto yang baik dan benar tersebut. Baik kita memandang kamera digital sebagai seni atau teknologi, flash tetap adalah satu sarana mempermudah, mengoptimalkan, dan meningkatkan kreativitas.

Meter, Aperture, dan Shutter Speed
Fotografi secara ringkas sering didefinisikan sebagai ilmu melukis dengan menggunakan cahaya. Pada fotografi konvensional menggunakan film, kita ‘melukis’ dengan cahaya pada lapisan film. Istilahnya adalah membakar secara permanen film tersebut dengan menggunakan cahaya dengan intensitas tertentu. Intensitas cahaya yang masuk mengenai film atau CCD/CMOS pada kamera digital ini harus tepat. Pencahayaan berlebih akan menyebabkan hasil foto washed-out (lazim disebut over-exposure/OE) dan pencahayaan kurang akan menyebabkan hasil foto gelap (lazim disebut under-exposure/UE). Lalu bagaimana mendapatkan cahaya yang tepat?


Kita mengenal apa yang disebut lightmeter dalam dunia fotografi. Lightmeter ada yang built-in di dalam bodi kamera dan ada pula yang handheld. Yang biasa kita gunakan adalah lightmeter built-in tersebut. Kita menggunakan lightmeter untuk mengukur cahaya reflektif yang masuk ke dalam lensa kita (kalau TTL) dan prosesor kamera akan menentukan apakah sudah sesuai dengan jenis film yang terpasang dalam kamera kita. Pada modus auto atau programmed auto, secara otomatis kamera akan mencarikan kombinasi yang tepat antara f/stop dan shutter speed (penjelasan menyusul). Pada modus aperture priority (A/Av) kamera akan menggunakan f/stop yang kita pilih dan menentukan shutter speed yang cocok. Sebaliknya, pada modus shutter speed priority (S/Tv) kamera akan menggunakan shutter speed yang kita pilih dan menentukan aperture yang tepat. Pada modus manual (M) kita akan harus menentukan kombinasi yang tepat dipandu oleh meter kamera tersebut.


Aperture atau bukaan rana merupakan lebarnya lubang yang dibuka oleh kamera untuk mengizinkan cahaya masuk. Biasanya disimbolkan dengan angka f/stop. Angka ini sebenarnya merupakan hasil kelipatan dari sqrt(2). Yang lazim digunakan biasanya dimulai dari 1.4, 2, 2.8, 4, 5.6, 8, 11, 16, 22, dst. Yang perlu diingat, semakin besar angkanya semakin kecil bukaannya. Karena itu biasa ditulis sebagai penyebut pecahan seperti f/1.4, f/2, f/2.8, f/4, f/5.6, f/8, f/11, f/16, f/22, dst. Aperture ini juga berkaitan dengan DoF (Depth of Field) atau ruang tajam yang bisa kita definisikan sebagai ruangan di depan dan belakang obyek yang masih masuk dalam jangkauan focus. DoF ini sendiri dipengaruhi oleh 3 hal yaitu:
1. f/stop dimana f/ yang lebih besar akan memberikan DoF yang lebih lebar (semakin banyak daerah focus).
2. Jarak obyek dimana obyek yang focus lebih jauh akan menyebabkan DoF juga semakin lebar.
3. Penggunaan lensa dimana lensa tele akan memberikan DoF lebih sempit daripada lensa sudut lebar (wide angle).


Shutter speed atau kecepatan rana adalah lamanya tirai rana dibuka untuk mengizinkan cahaya masuk. Angka ini disimbolkan dengan satuan detik dan kenaikan/penurunan dalam bentuk kelipatan ½. Contoh: 30s, 15s, 8s, 4s, 2s, 1s, 1/2s, 1/4s, 1/8s, 1/15s, 1/30s, 1/60s, 1/125s, 1/250s, 1/500s, 1/1000s, 1/2000s, 1/4000s, dst. Semakin lambat maka cahaya yang masuk semakin banyak.



Yang diukur oleh meter kamera itulah intensitas cahaya yang masuk itu. Jika meter menunjukkan kekurangan cahaya maka kita bisa memperkecil f/stop atau memperlambat

shutter speed. Sebaliknya jika meter menunjukkan kelebihan cahaya maka kita bisa memperbesar f/stop atau mempercepat shutter speed. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa semakin lambat shutter speed maka semakin besar peluang obyek kabur karena gerakan tangan, getaran kamera, atau gerakan obyek itu sendiri.

Blitz dan GN
Untuk membagi/mengklasifikasikan blitz, ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan. Yang pertama, berdasarkan ketersediaan dalam kamera maka blitz dibagi menjadi built-in flash dan eksternal. Flash built-in berasal dari kameranya sendiri sedangkan blitz eksternal adalah blitz tambahan yang disambung menggunakan kabel atau hot shoe ke kamera. Selain itu, kita juga dapat membaginya berdasarkan tipe/merk kamera. Kita mengenal dedicated flash dan non-dedicated flash. Dedicated flash adalah flash yang dibuat khusus untuk menggunakan fitur-fitur tertentu dalam suatu kamera spesifik. Biasanya produsen kamera mengeluarkan blitz yang spesifik juga untuk jajaran kameranya dan dapat menggunakan fitur-fitur seperti TTL, slow sync atau rear sync, dll. Sedangkan blitz non-dedicated memiliki fungsi-fungsi umum saja dari kebanyakan kamera dan bisa digunakan terlepas dari tipe/merk kamera. Flash jenis inilah yang biasanya membutuhkan banyak perhitungan karena flash yang sudah dedicated sudah mendapat informasi pencahayaan dari kamera sehingga tidak membutuhkan setting tambahan lagi. Ada juga flash yang kekuatan outputnya (GN) bisa diatur dan ada juga yang tidak bisa (fixed GN). Kita akan cenderung lebih banyak membicarakan tentang flash yang non-dedicated, non-TTL, dan fixed GN.


Dalam fotografi menggunakan blitz, kita tidak akan lepas dari kalkulasi-kalkulasi yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang terefleksi balik dari obyek yang kita cahayai. Karena itu, kita akan berjumpa dengan apa yang sering disebut GN (Guide Number) atau kekuatan flash. Secara singkat kita dapat katakan kalau flashnya berkekuatan besar, maka akan dapat mencahayai satu obyek dengan lebih terang dan bisa menjangkau obyek yang lebih jauh.


GN pada dasarnya merupakan perhitungan sederhana kekuatan flash. Kita mengenal 2 macam penulisan GN yaitu dengan menggunakan perhitungan satuan yang berbeda yaitu m (meter) dan feet (kaki). Lazimnya di Indonesia kita menggunakan hitungan dengan m. Ini merupakan salah satu pertimbangan juga karena untuk flash dengan kekuatan sama, angka GN m dan feet berbeda jauh. Selain itu, umumnya GN ditulis untuk pemakaian film dengan ISO/ASA 100 dan sudut lebar (35mm/24mm/20mm).


GN merupakan hasil kali antara jarak dengan bukaan (f/ stop atau aperture) pada kondisi tertentu (ISO/ASA 100/35mm/m atau ISO/ASA 100/35mm/feet). Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan flash untuk memotret seseorang yang berdiri pada jarak 5m dari kita menggunakan lensa 35mm dan kita ingin menggunakan f/2.8 maka kita memerlukan flash ber-GN 14. Penghitungan yang biasa digunakan biasanya justru mencari aperture tepat untuk blitz tertentu. Misalnya, dengan blitz GN 28 maka untuk memotret obyek berjarak 5m tersebut kita akan menggunakan f/5.6.


GN ini hanya merupakan suatu panduan bagi fotografer. Bukan harga mati. Yang mempengaruhinya ada beberapa. Salah satunya adalah ISO/ASA yang digunakan. Setiap peningkatan 1 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah sebesar sqrt(2) atau sekitar 1,4 kali (atau jarak terjauh dikali 1.4) dan peningkatan 2 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah 2 kali (atau jarak terjauh dikali 2).

Film SLRs vs. Prosumer Digital Camera vs. DSLRs
Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kamera film dan kamera digital berbeda. Di dalam kamera digital sendiri, ada perbedaan antara kamera poket (dalam hal ini yang biasanya bisa menggunakan flash tambahan adalah PDC/Prosumer Digital Camera)) dan Digital SLR (DSLR). Perbedaan pertama tentu saja dalam hal perbandingan ukuran sensor/film dengan lensa. Karena sensor kamera digital lebih kecil daripada film 35mm, maka kita akan terjebak pada perbandingan panjang lensa yang berbeda. Untuk mendapatkan suatu sudut yang sama misalnya 35mm, maka pada kamera dengan sensor 1/1.8” akan menggunakan lensa sekitar 7.5mm, D100 akan menggunakan lensa 24mm dan 10D akan menggunakan lensa 20mm. Inilah panjang lensa efektif untuk mulai perhitungan menggunakan GN flash tersebut.


Kedua, zooming. Pada PDC, zooming akan menyebabkan perubahan f/stop menjadi lebih lambat (angka besar) dan demikian juga dengan pemakaian zoom konsumer pada SLR/DSLR. Sebagai contoh, kita mengenal lensa 35-70 f/3.3-f.5. Artinya, bukaan terbesar pada 35mm adalah f/3.3 dan bukaan terbesar pada 70mm adalah f/4.5. Ini tentunya akan berpengaruh pada obyek yang ingin difoto.


Penggunaan zoom pada kamera biasanya dibarengi dengan penggunaan zoom head pada flash. Lensa tele/zoom akan mempersempit sudut cakupan lensa dan zoom head pada flash akan mempersempit dispersi cahaya flash itu yang dengan kata lain menambah intensitasnya sehingga bisa menjangkau lebih jauh. Zoom head pada posisi tele dan lensa pada posisi wide akan menyebabkan ada bagian foto yang tidak mendapat cahaya atau kita kenal dengan istilah vignet. Zoom head pada posisi wide dan lensa pada posisi tele akan menyebabkan cahaya flash tidak bisa menjangkau obyek yang jauh (after all, ini gunanya lensa tele kan? Untuk memotret obyek yang jauh?). Selain itu ini juga yang akan terjadi jika lensa 35mm kita pasangkan pada DSLR kemudian kita melakukan penghitungan flash tetap dengan menggunakan perhitungan untuk SLR biasa karena sudutnya sebenarnya sudah setara 50mm atau lebih (tergantung faktor pengalinya). Sebenarnya tidak ada masalah berarti yang muncul, tetapi kita ‘menghamburkan’ cahaya tersebut secara sia-sia saja.
(Bersambung pada artikel selanjutnya tentang Indoor - Outdoor Flash, dan Bounce/Diffuse)

Tips Membeli Kamera Digital

Semakin lama, kita semakin menyadari, bahwa kebutuhan kita akan pendokumentasian suatu moment sangatlah penting. Dengan kamera digital, kita akan semakin mudah dalam mewujudkan keinginan kita tersebut. Namun, sebelum membeli kamera digital, ada beberapa tips yang dapat dijadikan pegangan :

Sesuaikan keperluan Megapixel
Banyak iklan yang mengexpose megapixel, namun banyak juga dari kita tidak mengerti sampai sebesar apa megapixel yang kita butuhkan. Biasanya, semakin besar megapixel dari sebuah kamera, harganya juga akan semakin mahal, namun untuk kualitas gambar, megapixel yang besar tidak menjamin kualitas yang baik. Sebuah kamera digital dengan 2 megapixel sudah cukup untuk foto sehari-hari dan cukup untuk dilihat di layar komputer dan dicetak sampai dengan ukuran 6R. Jika anda berencana mencetak pada ukuran lebih besar, setidaknya diperlukan 3 megapixel. Selanjutnya jika masih mau mencetak lebih besar lagi, maka megapixel yang semakin besar sangat anda butuhkan. Namun jika dipaksakan, kamera dengan megapixel yang kecil masih bisa mencetak pada ukuran kertas yang besar, namun kadang-kadang hasilnya akan terlihat kabur.

Perhatikan battery dan chargernya
Jika kamera anda menggunakan battery lithium, pemakaiannya tidak terlalu memerlukan banyak perhatian, cukup dicharge dan pakai, kalo selesai dipakai, silahkan di charge lagi. Bebeberapa kamera menggunakan battery jenis AA. Untuk jenis ini, kita bisa memilik menggunakan battery Alkaline, atau battery yang bisa diisi ulang. Kami selalu menyarankan setiap user untuk menggunakan battery jenis isi ulang dibandingkan jenis Alkaline, memang harga battery isi ulang sedikit lebih mahal dibandingkan Alkaline, tetapi kemampuanya dipakai beberapa kali (diisi ulang bisa sampai 500x pemakaian normal), maka harga battery ini akan menjadi jauh lebih murah. Penjelasan detail tentang battery ini, bisa dicari di artikel lain pada situs ini. Tetapi harap berhati-hati untuk tidak membeli battery isi ulang jenis AA yang palsu, karena sekarang sudah banyak beredar dipasaran.

Optical Zoom (dan Digital Zoom)
Perbesaran gambar secara optical (ini berbeda dengan digital zoom). Usahakan kita mendapatkan kamera dengan minimal 2x optical zoom. Sebagian besar kamera digital mempunyai fasilitas optical zoom, dan ini sangat berguna buat kepentingan kita mengabil gambar untuk jarak yang agak jauh dari tempat kita. Jangan terkecoh dengan digital zoom, rata-rata kamera digital semuanya mempunyai fasilitas digital zoom, namun hasil perbesaran dengan digital zoom akan mengakibatkan hasil foto kita jadi pecah dan tidak jelas. Sebaiknya apabila tidak terpaksa, usahakan untuk selalu menghindari pemakaian digital zoom. Digital zoom dapat juga di lakukan dengan software di PC.

Fasilitas Bantuan untuk low-light
Pada kondisi cahaya yang tidak terang, biasanya kamera akan kesulitan mendapatkan focus sebelum kita shoot object tersebut. Oleh karena itu, beberapa kamera digital dilengkapi dengan lampu bantuan (bentuknya bermacam-macam) yang berfungsi untuk membantu pengambilan foto pada tempat yang kurang cahaya. Ini sangat penting terutama pada pengambilan foto di dalam ruangan.

Perhatikan Memory Storagenya
Beberapa kamera mempunyai memory internal didalamnya, tetapi biasanya kapasitasnya tidak terlalu besar. Oleh sebab itu, kita harus memastikan bahwa kamera digital kita dilengkapi dengan port untuk memory external, sehingga kita dapat memberikan tambahan memory sesuai dngan kebutuhan kita. Ada berbagai macam jenis memory yang dapat dipakai pada kamera digital, jenis dan bentuknya biasanya disesuaikan dengan jenis kamera digital tersebut. Harganya bervariasi, namun semakin besar kapasitasnya, maka harganya akan semakin mahal juga. Internal memory yang ada pada kamera digital bisa anda abaikan bila kamera digital tersebut tidak memiliki fasilitas tersebut.

Cobalah kamera tersebut sebelum membeli
Kamera digital hampir sama dengan digital media lainnya, biasanya dilengkapi dengan menu dan tombol-tombol pengontrol untuk disesuaikan dengan keperluan kita. Beberapa amera memiliki perintah yang mudah dimengerti dibanding jenis lainnya. Perbandingan mudah atau susah dapat anda simpulkan jika anda sudah mencobanya. Juga perhatikan time delay dari mulai kita tekan tombol shoot sampai gambar selesai diambil (shutter lag), kamera tertentu ada yang delaynya sangat lama, tetapi ini juga berpengaruh dari kondisi ruang dan cahaya tempat kita mencoba kamera tersebut. Coba juga lensa zoomnya (optical zoom), apakah dapat digunakan dengan mudah dan cepat. Ketahuilah juga berapa lama waktu yang harus ditunggu dari mulai menghidupkan kamera sampai kamera siap untuk digunakan. Jangan lupa mencoba LCD dan viewfindernya.

Cari tahu informasi sebanyak-banyaknya
Ada baiknya anda mengetahui terlebih dahulu kemampuan, spesifikasi, dan kekurangan dari kamera yang anda taksir untuk dibeli itu. Bertanya kepada pakar, atau orang yang sudah pernah menggunakan akan sangat membantu kita untuk menentukan apakah kamera tersebut layak untuk dibeli. Beberapa website di internet banyak memberikan review tentang kamera digital, mulai dari yang mengulas secara global sampai direview sedetail-detailnya. Tempat diskusi di Internet juga sangat dianjurkan untuk dijadikan referensi sebelum membeli kamera digital.

Fitur tambahan
Banyak kamera digital yang dilengkapi dengan fitur tambahan, salah satunya yang selalu ada adalah kemampuan untuk merekam gambar bergerak (video). Pada kamera digital, fitur ini hanyalah sebagai tambahan saja dan kemampuannya sangat terbatas. Harap anda tidak menentukan keputusan membeli kamera digital dari kemampuan kamera tersebut untuk merekam video. Hasil rekaman video dari kamera digital tidak akan bisa maksimal, kamera digital didesign untuk menghasilakan foto diam secara maksimum. Jika anda lebih berniat merekam video, sebaiknya dipertimbangkan untuk membeli handycam atau alat sejenis yang memang dibuat untuk merekam video.

Pertimbangkan membeli card reader
Card reader adalah alat tambahan yang digunakan untuk membaca memory card pada kamera digital. Pada saat kita membeli kamera digital, pasti sudah disertakan kabel dan driver untuk mentransfer/memindahkan foto dari kamera ke komputer. Namun jika kita menggunakan alat yang disebut card reader, maka kita akan menghemat waktu untuk mentransfer dari kamera ke komputer dan dilakukan dengan cara yang sangat mudah, selain itu jika kita menggunakan card reader, maka kamera kita tidak perlu dihidupkan (on) dan akhirnya kita juga bisa menghemat umur battery kita.

Tips Memilih Kamera Digital

Senin, 01 Desember 2008


Kamera Digital mempunyai jenis yang bermacam-macam dan fitur yang terkadang membuat kita bingung untuk memilih sesuai dengan kebutuhan kita. Memilih kamera sebenarnya gampang-gampang susah terutama bagi pengguna yang masuk kategori pemula atau amatir. Oleh karena itu, tips ini sangat berguna bagi calon pengguna kamera sebelum memilih kamera digital yang diinginkan. Berikut beberapa tips sebelum berburu kamera digital.

Resolusi
Gambar digital dibuat oleh titik-titik yang disebut piksel. Resolusi ini merujuk pada banyaknya piksel yang bekerja sama membuat suatu foto. Biasanya ditunjukkan oleh horizontal x vertikal. Resolusi 1280x960 memiliki total 1,2 Megapiksel. Semakin besar resolusi akan memproduksi foto yang juga lebih baik.
Sesuaikan resolusi yang ditawarkan dengan pilihan Anda. Biasanya dalam satu kamera tersedia pilihan resolusi yang berbeda. Jika hanya ingin mengirim foto melalui e-mail, resolusi 640x480 sudah memadai. Tapi jika ingin mencetak sebaiknya pilih resolusi yang lebih besar, agar gambar tidak pecah dan buram.

Pastikan fitur pendukung lainnya
Sebelum membeli, pastikan kamera digital pilihan Anda memilih beberapa fitur pendukung seperti kemampuan memori tambahan. Ini untuk memperbesar gudang penyimpanan foto Anda.
Jika sesekali menginginkan gambar bergerak, pilih kamera yang mendukung video karena beberapa kamera digital ada yang hanya berkemampuan audio saja. Sesuaikan dengan kebutuhan Anda. Video atau audio?
Selain itu perhatikan kemampuan zoom yang ditawarkan. Optical zoom menjadi pusat perhatian ketimbang digital zoom, si peranti kunak yang menyediakan fasilitas croppping dan memperbesar gambar.

Lampu kilat (flash)
Rata-rata produk kamera digital dilengkapi dengan lampu kilat yang terintegrasi. Ada yang otomatis atau perlu menekan tombol on untuk menjalankannya. Flash berguna sebagai pendukung cahaya.
Gambar yang diambil dalam kondisi agak gelap dapat tetap tampil maksimal dengan bantuan lampu menyilaukan.
Perhatikan juga apakah si ramping memiliki fitur tambahan seperti pengurang efek mata merah. Beberapa produk juga datang dengan pilihan foto untuk pengambilan gambar di malam hari atau night scene.

Layar LCD
Layar LCD di bagian belakang kamera digital memudahkan Anda melihat obyek. Di sini Anda juga bisa melihat dan menghapus gambar yang tidak diinginkan. Pilih layar LCD dengan kandungan resolusi yang cukup besar sehingga warna yang tampil lebih natural. Ukuran layar juga berbeda-beda. Pastikan layar tidak terlalu kecil, sehingga gambar bisa tampil maksimal.

Self-timer
Self timer biasanya bisa mencapai 10 detik. Selain memudahkan memotret gambar diri, fitur ini juga berguna untuk mengambil gambar dalam keadaan cahaya yang kurang karena bisa mengurangi guncangan akibat tekanan pada tombol pengambilan gambar.

Daya tahan baterai
Kalau tak ingin kesenangan terputus gara-gara baterai loyo, Anda perlu memperhatikan berapa lama sumber listrik ini bisa bertahan. Memilih baterai yang bisa diisi ulang (rechargeable) adalah tindakan bijaksana dan lebih hemat.

Koneksi
Perhatikan apakah kamera digital Anda bisa berhubungan dengan perangkat digital lainnya seperti televisi, printer, PC atau Mac. Anda akan tertolong dengan adanya USB kabel.
Anda juga bisa mencetak gambar dengan bantuan kabel USB. Beberapa kamera digital sudah mendukung PictBridge yang membuat Anda leluasa mencetak gambar langsung dari kamera digital meski mereknya berbeda.
Adapun keenam vendor yang mempelopori standar terbuka itu adalah Canon, Hewleet-Packard, Seiko Epson Corporation, Olympus Optical Company, Fuji Photo Film Corporation dan Sony Corporation.

Kalkulasi harga
Jangan lupa untuk mengkalkulasi harga perangkat pendukung lainnya seperti baterai isi ulang dan adapter AC.

Waktu operasi
Pilih kamera digital yang tidak butuh waktu terlalu banyak setelah jeda pengambilan gambar. Selisih waktu 4 hingga 6 detik saja mungkin membuat Anda kurang puas dengan kinerja si ramping.

Bandingkan harga dan garansi
Jangan hanya terpikat pada sati toko saja. Kalau ada waktu luang tidak ada salahnya Anda melakukan riset kecil-kecilan sebelum membeli.
Margin keuntungan yang berbeda menjadi sumber mengapa harga yang Anda temui di toko yang satu tidak sama dengan yang lain. Perhatikan juga garansi.
Akhirnya jangan hanya terpikat pada bentuk tubuh yang menggoda tapi perhatikan isi atau fitur yang ada di dalam suatu produk.

K E T E N T U A N :

Selasa, 18 November 2008

(Wajib diketahui setiap pengorder )

1. Pembayaran uang muka minimal Rp. 100.000,- dan dilakukan pada saat persetujuan pemesanan, sedangkan sisa pelunasan dibayarkan pada saat produk diserahkan.
2. Pembayaran dapat dilakukan melalui :

Custumer Service Studio
RIGNA photography
Jl. Segara 84 Telp. 0324-335473 Pamekasan
atau
Transfer ke Bank Central Asia
No. Rek : 192.027.0766
a/n : Mohammad Redy, SE, MM

3. Apabila terjadi pembatalan sepihak oleh pemesan, uang muka tidak dapat diminta kembali.
4. Untuk photo desain grafis, kami hanya akan memberikan hasil cetak berupa photo sesuai yang tertera dalam paket, bukan file data digital.
5. Kami akan memberikan photo dan file data sesuai yang dipesan, sedangkan file data yang tidak terpakai akan kami hapus.
6. Kelebihan dari pemesanan untuk ukuran 4R akan dikenakan biaya sebesar 5.5000,-/lembar
7. Untuk mengantisipasi banyaknya order, seluruh hasil paket photo dan/atau Video akan diserahkan paling lambat 2 (dua) minggu terhitung dari tanggal acara berlangsung.
8. Apabila terjadi kesalahan teknis yang menyebabkan photo dan/atau video rusak maka kami akan mengembalikan semua biaya yang telah dikeluarkan ditambah biaya ganti rugi (besarnya ditentukan pihak menajemen RIGNA photography).
9. Hal-hal yang belum diatur dalam ketentuan ini dapat dibicarakan langsung dengan pihak Manajemen RIGNA photography.
10. Harga Paket dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
11. Apabila ada yang perlu penjelasan mengenai ketentuan ini dapat menghubungi :
- REDY, contact person : 0811322297
- ROHAN, contact person : 085231110311
- HANY, contact person : 081935160263

EXCLUSIVE “Photo & Video Shooting” PACKAGE

PAKET FOTO A = 250.000,- / roll

Cetak Ukuran 4R sebanyak 36 lembar
1 Keping CD Backup foto

B O N U S :
1 lembar cetak 10R seharga Rp. 15.000,- ( pemesanan 1 Roll )
1 lembar cetak 12R seharga Rp. 55.000,- ( pemesanan 2 Roll )
1 lembar cetak 10R dan 12R seharga Rp. 65.000,- ( pemesanan 3 Roll )

KETERANGAN :
Khusus 2 acara (kami harus 2 kali datang ), maka order minimal 2 roll


PAKET FOTO B = 300.000,- / roll
( Khusus luar kota dalam wilayah Pamekasan )

Cetak Ukuran 4R sebanyak 36 lembar
1 Keping CD Backup foto

B O N U S :
1 lembar cetak 10R seharga Rp. 15.000,- ( pemesanan 1 Roll )
1 lembar cetak 12R seharga Rp. 55.000,- ( pemesanan 2 Roll )
1 lembar cetak 10R dan 12R seharga Rp. 65.000,- ( pemesanan 3 Roll )

KETERANGAN :
Order minimal 2 roll
JIka di wilayah Madura diluar Kab. Pamekasan, tambah biaya transport Rp. 150.000,-


PAKET VIDEO SHOOTING
( Full Editing, Animation & Dubbing Song )

Paket Shooting A1 ( 1 CD 1 Camera ) : Rp. 300.000,-
Paket Shooting A2 ( 1 CD 2 Camera ) : Rp. 400.000,-

Paket Shooting B1 ( 2 CD 1 Camera ) : Rp. 550.000,-
Paket Shooting B2 ( 2 CD 2 Camera ) : Rp. 600.000,-
Paket Shooting B3 ( 3 CD 2 Camera ) : Rp. 750.000,-

KETERANGAN :
Mendapatkan VCD Asli dan VCD Copy
Paket A1 dan A2 khusus 1 acara ( kami cukup 1 kali datang )
Paket B1, B2, dan B3 khusus 2 acara ( kami 2 kali datang )
JIka di luar wilayah Kab. Pamekasan, tambah biaya transport.

Fotografi = Kedewasaan

Senin, 17 November 2008

Mungkin Anda pernah merasa kesal karena orang lain tidak menghargai Anda. Atau, barangkali Anda juga sering marah karena orang lain tidak memerhatikan Anda. Sepertinya, saling menghormati, menghargai dan tidak mencibirkan karya orang lain, seolah menjadi sesuatu yang terlalu mewah untuk dimiliki dan temui saat ini. Padahal, suka atau tidak, kita hidup saling berinteraksi dengan orang lain.
Saya bukan termasuk pengamat dunia fotografi. Tapi saya mencoba untuk berpendapat dan mengatakan berdasarkan pengalaman yang sudah saya alami selama kurang dari tiga puluh tahun bergelut di dunia fotografi. Sejak pertamakali saya memantapkan diri menggeluti dunia ini, perkembangan fotografi di Indonesia hingga kini sungguh memprihatinkan. Itu terlepas dari fotografer profesional atau non profesional.
Sekarang ini, banyak fotografer kita lebih mengembangkan paradigmanya (baca: pola berpikir atau cara pandang) masing-masing untuk menjalani profesinya melalui lensa kepentingan, ketimbang kegentingannya. Akibatnya, tak ada lagi ruang untuk saling menghormati dan menghargai sesama fotografer.
Meski ada hal tersebut, tapi hanya sebatas dalam satu komunitas saja. Banyak sekali penghargaan kepada fotografer itu diberikan di dalam kelompoknya sendiri. Mereka saling memuji di dalam kelompok dan sangat sempit pola berpikirnya. Bila ada fotografer lain menghasilkan karya bagus di luar kelompoknya, mereka dengan cepat berlomba-lomba untuk mencibirnya dengan nada minus.Mengubah mindset fotograferMenilai hasil karya orang lain sungguh mudah. Tapi, benarkah pendapat kita itu? Seorang fotografer bila ingin menilai karya orang lain, seharusnya berpikir dengan rasa terlebih dahulu. Karena seorang fotografer berpikir tanpa didahului dengan rasa, berarti fotografer itu tidak memiliki pendewasaan dalam berpikir. Permasalahannya adalah, benarkah pujian dan menghargai karya sesama fotografer dalam sebuah komunitas itu berangkat dari hati yang tulus?
Menurut pengalaman saya, hal itu hanyalah sebatas topeng belaka. Kelihatannya kumpulan dari fotografer itu kompak dalam community-nya. Tapi dibelakangnya mereka saling bersaing dan membandingkan. Ya, layaknya orang menjual “pompa dragon” yang melakukan praktik bisnis fotografi dengan cara menjatuhkan dan bersifat fisik semata. Baginya, sukses mendapatkan sebanyak-banyaknya materi adalah tujuan utamanya meski harus dengan cara seperti penjual “pompa dragon”. (Dahulu di pasar Senen, Jakarta, sepanjang jalan banyak sekali orang menjual pompa dragon dengan memberi label “paling murah”. Padahal, disamping kiri-kanannya juga menjual pompa dengan merk dan kualitas yang sama)
Tapi apakah dengan cara seperti itu kesuksesan diraih? Melihat kondisi seperti ini saya menilai, dunia fotografi itu dunianya “iri”. Atau kalau boleh saya meminjam istilah Gus Dur, dunia fotografi di Indonesia sama halnya dengan Dunia Taman Kanak-kanak. Padahal, kita itu hidup dalam satu atap rumah yang namanya fotografi. Kita hidup bukan untuk saling bersaing. Tapi kita ada untuk saling melengkapi.
Sebenarnya, semua itu bermuara pada cara pandang, pola pikir dan komitmen rasa fotografer kepada profesinya. Sementara ini, kebanyakan para fotografer kita yang sudah lama menggeluti dunia fotografi, nyaris tidak memiliki kedewasaan dalam pola berpikir. Kebanyakan dari mereka, lagi-lagi menurut pendapat saya, tidak pernah menghargai orang muda dengan karya-karyanya. Bagi mereka, yang muda haruslah menghargai dan menghormati seniornya.
Begitu pun sebaliknya. Menurut saya, yang muda juga tak menghargai para seniornya. Jelaslah terlihat yang ada hanyalah saling mencela, mencibir, beroritentasi pada materi dan itu sudah menjadi sebuah karekter umum. Dan hukum yang berlaku adalah antara senior dan yunior. Justru yang harus dibangun adalah, bagaimana satu sama lain harus bisa saling menghargai dan menghormati tanpa melihat status.
Untuk bisa mengubah cara pandang, pola berpikir yang disebut paradigma, sama halnya seperti kacamata. Paradigma ini sangat mempengaruhi cara kita melihat segala sesuatu dalam hidup kita. Buat saya, dalam fotografi itu terdapat proses pendewasaan. Untuk bisa mencapai hal itu dalam berpikir dan berprilaku, sungguh membutuhkan waktu.
Untuk itulah, saya mendirikan sekolah fotografi. Materi yang kita berikan di sekolah ini tak sekadar teknik belaka. Tapi lebih dari itu misalnya, bagaimana cara mengendalikan hati, pikiran, mengamalkan ilmu, tidak berpikir secara kelompok tetapi lebih blending dan bersifat nasional. Bahkan kalau bisa mengglobal. Itu yang lebih penting.
Melebur dalam rasa dan komitmen profesiPerubahan mindset tersebut pada hakikatnya merupakan berkah besar yang pada akhirnya bermanifestasikan dalam bentuk pola berpikir dan cara pandang yang lebih positif dalam bersikap dan hidup bermasyarakat.
Lalu, bagaimana cara kita membina hubungan baik dengan orang lain (di luar komunitas) agar hidup kita menjadi lebih menyenangkan? Nah, mungkin inilah yang harus kita coba latih bagaimana cara menghargai orang lain, komitmen pada profesi dan mengolah rasa sesama fotografer. Kuncinya hanya satu: buat orang lain merasa penting, berharga dan hidup bermasyarakat tanpa membawa predikat sebagai fotografer. Kita harus dikenal semua orang atau masyarakat secara menyeluruh. Mulai dari kepribadian yang baik, attitude, komitmen dan memegang teguh tanggungjawab profesi kita sebagai fotografer.
Mungkin pendapat saya ini sepertinya berlebihan. Tapi sejujurnya yang harus diingat adalah bahwa, kita hidup di negeri timur yang dituntut saling menghargai, ber“tepo seliro” dan bertingkah laku baik. Bila hidup di negeri barat, meski kita punya karya yang bagus tapi memiliki pola berpikir yang sempit dan tingkah laku yang minus, tidak akan dibicarakan oleh orang lain dan tidak terlalu dipersoalkan. Tapi karyanya yang mereka diskusikan.
Disitulah perbedaannya antara kehidupan fotografer di Indonesia dan di luar negeri. Meski saya pernah belajar fotografi di luar negeri dan banyak memberikan makalah seminar fotografi di luar negeri, bukan berarti saya bangga. Justru saya lebih senang berbagi ilmu kepada masyakarat Indonesia, kalau ingin belajar kepada saya soal fotografi. Buat apa saya memajukan negara lain, sedangkan di negeri ini masih membutuhkan pengetahuan fotografi?
Menurut saya, belajar fotografi yang dikaitkan dengan kehidupan, hanya ada di Indonesia. Saya sangat belajar dengan itu. Misalnya: bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain. Kita harus bisa hidup dan diterima ditengah masyarakat, bukan karena profesi kita. Tapi kita dikenal sebagai personal diri yang memiliki pola berpikir dewasa.
Saya masih ingat betul pengalaman menarik tahun 1986 ketika di Bandung bersama almarhum Bapak H. Boediardjo, mantan Menteri Penerangan Republik Indonesia (1968-1973). Saat itu, ada sebuah gathering komunitas fotografer, Bandung yang diprakarsai almarhum. Persoalan utama yang dibahas oleh almarhum adalah: bahwa fotografer itu tidak boleh hidup berkelompok. Atau mengkotak-kotakkan diri bahwa saya fotografer jurnalis, wedding, atau lainnya. Sebaiknya blending dengan komunitas lainnya sehingga satu sama lain bisa saling menghargai. Itulah ide almarhum yang sangat saya ingat.
Dari pengalaman itu saya berusaha untuk “keluar” dan mulai membaur dengan segala macam lapisan masyarakat tanpa membawa identitas saya sebagai fotografer. Saya mulai belajar akan kedewasaan hidup dari fotografi. Berbagi ilmu kepada masyarkat, meski hanya data teknis secara basic. Buat saya, memberikan data teknis bukanlah pembodohan. Akan tetapi dibalik itu yang lebih penting adalah bahwa setiap foto harus memiliki jiwa/soul. Hal itu baru bisa dilakukan kalau kita sudah pada tahap pengolahan rasa. Karena sebetulnya fotografi adalah: bicara cahaya. Dan cahaya itu harus kita coba, kita lihat, dan kita rasakan.Menjadi diri sendiri Sekilas tak ada yang luar biasa dari sebuah kaos. Tapi kaos itu menjadi bernilai bila didisain dengan ilustrasi sebuah nama atau foto. Namun masalahnya, dari goresan yang melekat pada kaos itu, memberikan implikasi negatif kepada yang melihatnya. Bukan yang mengenakan kaos tersebut. Inilah kondisi yang seharusnya tak perlu ada. Padahal, tak semua orang yang mengenakan kaos dengan gambar tertentu itu menunjukkan jati diri dari orang yang memakainya.
Menurut saya, pada prinsipnya orang ingin mengenakan kaos berlabel A atau B, bukan sesuatu yang dipersoalkan. Yang mereka pakai bukan kaos untuk kampanye Pemilu. Tapi yang harus digarisbawahi adalah: bahwa yang mengenakan kaos tersebut merasa nyaman dan appreciate terhadap karya yang wajahnya terpasang di kaos yang dikenakannya. Untuk mengenakan kaos tersebut, tentunya mereka harus mengeluarkan kocek dari kantongnya secara suka rela. Jadi, mau pakai oke, tidak juga, it’s oke.
Kembali lagi kepada bagaimana menjadi diri sendiri. Seorang fotografer bila ingin memberikan komentar terhadap karya orang lain, seharusnya berpikir dengan rasa terlebih dahulu. Karena seorang fotografer berpikir tanpa didahului dengan rasa, berarti fotografer itu tidak memiliki pendewasaan dalam berpikir.
Selain itu menurut pandangan saya, yang namanya fotografi adalah, tidak hanya berkaitan dengan profesi saja. Tapi, lebih kepada tanggungjawab yang lebih luas lagi. Dan tidak ada lagi persoalan saling mencibir diantara sesama kelompok profesi. Mengapa? Karena kita satu tujuan untuk mengembangkan dunia fotografi di Indonesia.
Sebaiknya, fotografi itu harus dikembangkan dengan kehidupan. Nah, komitmen itu yang harus kita miliki dan pada akhirnya kita tidak akan memiliki musuh. Meski banyak orang menjelekkan saya, tapi TUHAN tidak tidur. TUHAN itu memberikan rezeki kepada ciptaannya, Tidak kurang dan juga tidak lebih.Biarkan orang awam yang menilai perilaku dan karya kita. Bukan rekan-rekan seprofesi yang hidup dalam satu lingkungan, menilai karya kita penuh subyektifitas. Suatu ketika, kita akan hidup dalam kondisi sudah tidak berkarya. Dan alangkah manisnya hidup ini bila kita dikenal sebagai orang yang banyak menghasilkan karya yang baik dengan pribadi atau karakter diri yang baik pula.

Pertama dikelasnya

Minggu, 16 November 2008

Kamera yang sebelum hadir telah banyak diperbincangkan ini akhirnya diluncurkan. Beragam prediksipun langsung mengiringi kehadirannya.
Canon kembali menggebrak dunia fotografi lewat produk terbarunya yaitu Canon EOS-1Ds Mark III yang diluncurkan Agustus 2007 lalu di Belanda. Kehadiran Canon EOS-1Ds Mark III, memang sudah lama ditunggu oleh para pelaku fotografi khususnya profesional. Kehadiran Canon EOS-1Ds Mark III membuat langkah Canon semakin berderap jauh meninggalkan pesaingnya. Dan lewat produk baru ini Canon sepertinya ingin menegaskan akan keberadaannya sebagai penguasa pasar high end sekaligus terkuat di kelasnya. Sebenarnya apa keistimewaan dari kamera ini, untuk urusan teknologi, Canon EOS-1Ds Mark III mengusung teknologi yang lebih sempurna dari adik kandungnya Canon EOS-1 Ds Mark II.

Memotret Itu Menyenangkan

Bayangkan, seandainya Anda mulai berminat fotografi, namun belum ada kamera digital. Yang tersedia hanyalah kamera film. Pastinya, perjalanan untuk melihat hasil jepretan pun membutuhkan waktu cukup panjang. Belum lagi dana yang tak sedikit untuk memproses sebuah film.Tapi sekarang, kehadiran kamera digital telah memberi ruang kemudahan luar biasa. Ini tentunya menjadi alasan kuat untuk belajar fotografi. Setelah jepret, hasilnya pun langsung dapat dilihat. Lantas, kamera jenis apa yang layak untuk seorang pemula?
Seorang pemula tak perlu menggunakan kamera super canggih dengan fasilitas lengkap. Cukup kamera pocket yang user friendly. Sebaiknya pilihlah kamera dengan kemampuan optical zoom besar ketimbang digital zoom. Optical zoom merupakan perbesaran yang dilakukan berdasarkan kemampuan optik lensa kamera. Sedangkan digital zoom pada prinsipnya menggunakan software di dalam kamera untuk meng-crop gambar, yang sebenarnya lebih rapih dilakukan di komputer dengan software yang lebih teliti. Penggunaan digital zoom menurunkan kualitas gambar. Sebaiknya, hindarkan penggunaan fitur digital zoom.
Setelah kamera di tangan, sebaiknya kenali benar kamera tersebut. Anggaplah sebagai partner Anda sekarang. Meski menggunakan kamera pocket, bukan berarti menjadi halangan membuat hasil foto yang baik. Caranya, pilihlah kamera pocket yang memiliki pilihan mode manual (M), selain otomatis. Pilihan mode manual ini digunakan ketika Anda ingin melakukan kegiatan fotografi dengan fully manual setting. Misalnya, mengatur diafragma (aperture), kecepatan rana (shutter speed), sensitivitas (ISO). Dengan menguasai dasar fotografi itu, hasil jepretan Anda sudah bisa menjadi karya layak publish.
Selanjutnya, pehobi tingkat advance ada baiknya menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) starter. Karena pada tingkat ini, sudah saatnya membutuhkan teknik yang didukung fitur lebih canggih. Seperti: Canon 400D, Nikon D40, atau Olympus E500. Pada kamera jenis ini, lensa dapat diganti sesuai kebutuhan. Mulai dari lensa wide (sudut lebar), tele (jarak jauh), dan lensa normal (standar 50 mm).
Bila sudah memiliki kamera DSLR tapi kocek belum mencukupi membeli lensa, lensa zoom “Three in One,” yang mencakup lensa normal, wide dan tele, bisa jadi lebih bersahabat dengan kantong. Lantas, kelak jika dasar fotografi sudah dikuasai dengan benar, bisa mulai mempertimbangkan membeli lensa-lensa lain sesuai kebutuhan dan fungsinya.
Piranti berikutnya adalah flash. Kehadiran blitz, sebutan lain untuk flash, saat pengambilan gambar sangat dibutuhkan dalam kondisi pencahayaan yang minim dan kurang bersahabat. Apalagi tatkala tripod sedang tak di tangan. Akan lebih mantap jika merk flash sama dengan merk kamera, lantaran fitur pengukuran cahaya TTL (Through The Lens) akan menjamin pencahayaan yang akurat. Sedangkan lensa, meski berbeda merk, tak menjadi masalah.
Selanjutnya tripod. Dalam perjalanan mempelajari dasar-dasar fotografi, tentunya seorang fotografer akan memotret dalam kondisi slow shutter speed. Dengan harapan, dapat merekam gambar dalam beberapa kondisi. Seperti: panning, foto malam, benda-benda kecil. Belilah tripod yang minimal bisa mendukung bobot kamera dan lensa. Misalnya bobot bodi kamera 1 kg dan berat lensa sekitar 0,5 kg maka pastikan tripod Anda mampu menjunjung beban 1,5 kg. Berat lensa dan kamera biasanya tercantum di spesifikasi teknis buku petunjuk kamera dan lensa.
Sudah selesai? Belum. Agar kamera Anda tidak rusak dan terlindungi dari air hujan dan teriknya panas matahari, sebaiknya gunakan tas kamera khusus. Pilihlah tas anti air, sesuai ukuran kamera, lensa, jahitan kuat, dan ritsleting bagus. Satu hal, agar terhindar dari kejahatan, gunakan tas yang tak mencerminkan tas kamera, ketika Anda bawa.
Terakhir, untuk dapat menguasai teknik dasar fotografi yang baik dan benar secara teknik, disarankan selalu aktif berlatih. Paling tidak, setiap hari libur Anda hunting obyek foto. Kemudian, memperluas wawasan dengan cara membaca buku, dan bergabung dengan klub fotografi. Pasalnya, di tempat ini akan terjadi sharing dan transfer ilmu fotografi. Atau, Anda bisa memperdalam wawasan dan keterampilan seputar fotografi di Darwis Triadi School of Photography. Cepat atau lambat jika seseorang memiliki minat tinggi untuk mempelajari ilmu fotografi, kreativitas akan terus berkembang. Bisa dipastikan, dalam satu tahun Anda dapat menguasai basic fotografi. Disinilah nikmatnya bereksperimen. Dan, memotret itu menyenangkan. Selamat mencoba!

Selamat Idul Fitri 1428 H

Kamis, 02 Oktober 2008

Selamat Idul Ftri buat semua rekan-rekan di seluruh dunia....